
KUTIPAN – Kalau selama ini masih ada yang berpikir premanisme itu soal jagoan pasar yang cuma minta rokok sebatang, sekarang saatnya berpikir ulang. Di jalanan, preman bukan cuma soal tampang seram, tapi juga soal pengancaman, pemerasan, sampai pencurian. Itulah kenapa Polresta Bandung serius turun tangan lewat Operasi Penyakit Masyarakat (Pekat) Lodaya II tahun 2025.
Selama sepuluh hari, mulai 1 sampai 10 Mei 2025, polisi menyisir jalanan mencari para pelaku kejahatan jalanan, khususnya premanisme. Hasilnya? Sebanyak 52 preman berhasil diciduk. Lima di antaranya masuk daftar target operasi (TO), sementara sisanya—sebanyak 47 orang—terjaring di luar target, alias ketangkap basah saat beraksi.
Kapolresta Bandung, Kombes Pol Aldi Subartono, menjelaskan dalam konferensi pers di Mapolresta Bandung, Senin, 12 Mei 2025, “Modus yang digunakan para pelaku antara lain pengancaman, pemerasan, dan pencurian. Ini menjadi fokus utama dalam operasi pekat yang kami laksanakan.”
Kalau mau tahu betapa seriusnya operasi ini, lihat saja barang bukti yang disita: 34 unit sepeda motor, dua mobil, empat kunci astag (alat pencuri motor), 16 senjata tajam, satu unit airsoft gun, dua ponsel, dan 45 barang bukti lainnya. Ini bukan operasi ecek-ecek.
Yang lebih penting, Polresta Bandung tidak cuma mengandalkan tangan besi. Ada juga langkah preventif: para pelaku didata, diambil sidik jarinya, lalu dibina jika belum terbukti melakukan tindak pidana. “Kami berupaya memberikan rasa aman kepada masyarakat, khususnya pelaku usaha, UMKM, hingga karyawan pabrik yang kerap menjadi sasaran pemalakan saat pulang kerja,” tambah Aldi.
Langkah ini bukan sekadar pencitraan. DPRD Kabupaten Bandung turun tangan memberikan apresiasi langsung, mendukung penuh upaya Polresta Bandung. Dari sisi pelaku usaha, Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Kabupaten Bandung juga mengakui operasi ini membawa angin segar, terutama buat UMKM dan industri kecil yang selama ini dihantui ulah preman jalanan.
Permintaan DPRD dan Apindo satu suara: operasi seperti ini jangan cuma musiman. Harus rutin, berkelanjutan, dan menjadi bentuk nyata komitmen bersama dalam menjaga stabilitas keamanan dan ketertiban.
Premanisme memang masalah klasik di banyak daerah. Tapi yang dilakukan Polresta Bandung ini bisa jadi contoh: ketika aparat bekerja dengan kombinasi tindakan keras dan pembinaan, masyarakat bisa kembali merasa bahwa jalanan adalah tempat umum, bukan wilayah kekuasaan sekelompok orang yang mengandalkan kekerasan.
Kadang, keamanan itu tidak cuma soal berapa banyak CCTV dipasang atau patroli dilakukan, tapi juga tentang seberapa serius negara hadir mengamankan hak dasar warga untuk merasa aman. Dan Polresta Bandung, dalam operasi ini, sudah membuktikan bahwa keberanian menindak dan membina sama-sama penting.
Untuk informasi beragam lainnya, ikuti kami di medsos:
Editor: Fikri Artikel ini merupakan rilis/laporan wartawan yang telah dikemas ulang dengan gaya penulisan Kutipan, tanpa mengurangi substansi informasi.