
KUTIPAN – Ketika bicara soal laut, Kepulauan Riau selalu punya cerita panjang. Dari perbatasan yang menatap Singapura hingga pulau-pulau kecil tempat nelayan menjemur jaring, wilayah ini seperti halaman depan Indonesia di peta maritim. Maka tak heran, ketika Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) lewat Direktorat Jenderal Perikanan Tangkap (DJPT) menggelar audiensi di Jakarta, Rabu (8/10/2025), seluruh kepala daerah Kepri hadir lengkap. Mereka datang bukan sekadar untuk rapat, etapi membawa 109 usulan pembangunan Kampung Nelayan Merah Putih (KNMP).
Audiensi ini bukan basa-basi birokrasi. Ia adalah semacam “ikrar laut” antara pusat dan daerah untuk mengangkat kesejahteraan nelayan, bukan hanya lewat kapal dan dermaga, tapi lewat ekosistem ekonomi yang benar-benar hidup.
“Program Kampung Nelayan Merah Putih bukan hanya membangun infrastruktur, tetapi membangun ekosistem ekonomi dari, oleh, dan untuk nelayan,” ujar Dirjen Perikanan Tangkap, Komjen Pol (Purn) Drs. H. Lotharia Latif.
Ucapan itu menegaskan arah kebijakan KKP yang kini mulai berpikir lebih dari sekadar tangkap dan jual. KNMP dirancang untuk mengintegrasikan kegiatan perikanan tangkap, budidaya, pengolahan hasil laut, hingga pariwisata bahari berbasis konservasi. Dengan begitu, nelayan tak cuma jadi penangkap, tapi juga pelaku utama ekonomi maritim.
Gubernur Kepulauan Riau, Ansar Ahmad, membawa kabar besar dari daerahnya. Ia mengajukan 109 lokasi calon KNMP yang tersebar di tujuh kabupaten dan kota, Natuna, Anambas, Lingga, Bintan, Karimun, Tanjungpinang, dan Batam. Setiap wilayah punya potensi sendiri, ada yang unggul di perikanan tangkap, ada pula yang menyimpan pesona pariwisata bahari.
Beberapa lokasi yang diusulkan bahkan menyentuh komunitas rentan seperti suku laut di Kampung Panglong serta kantong kemiskinan di Tanjungpinang. Ini bukan proyek untuk kota besar saja, melainkan upaya menyalakan harapan di titik-titik terluar negeri.
Antusiasme daerah membuat DJPT memberi angin segar, tenggat waktu pengajuan proposal diperpanjang. Direktur Perlindungan dan Pemberdayaan Nelayan, Mahrus, menjelaskan alasan di balik keputusan itu.
“Kami memahami tantangan geografis di wilayah kepulauan seperti Kepri. Karena itu, waktu pengajuan diperpanjang agar usulan yang masuk benar-benar memenuhi kriteria,” ujarnya.
Syarat utama KNMP tidak sembarangan. Daerah harus memiliki minimal 80 persen penduduk berprofesi nelayan dan lahan clear and clean seluas satu hektare. Jadi, bukan asal ajukan lokasi, tapi memastikan kesiapan di lapangan benar-benar matang.
Bagi KKP, sinergi antara pusat dan daerah menjadi kunci agar KNMP bukan hanya seremoni, tapi solusi nyata. Kepri, dengan posisinya di jalur perbatasan internasional—berhadapan langsung dengan Malaysia, Singapura, dan Vietnam, dianggap strategis menjadi laboratorium hidup ekonomi biru Indonesia.
Dengan 109 lokasi yang diajukan, Kepri seolah berkata lantang, “Kami siap menjadi provinsi maritim paling progresif di negeri ini.” Bila semua proposal disetujui, ribuan nelayan bakal merasakan dampak langsung dari fasilitas pengolahan, akses pasar, hingga peningkatan nilai jual ikan mereka.
Dan mungkin, di tahun-tahun mendatang, laut Kepri bukan cuma tempat mencari ikan, tapi tempat lahirnya peradaban ekonomi baru yang menghidupi banyak keluarga pesisir.





