
KUTIPAN – Seandainya dana hibah itu bisa bicara, mungkin dia akan menangis. Lelah berkelana dari satu lembaga ke lembaga lain, tapi tak pernah benar-benar tahu nasibnya akan dipertanggungjawabkan atau tidak.
Di Tasikmalaya, ada aroma tak sedap dari wangi-wangian program hibah keagamaan yang kabarnya menelan anggaran hingga hampir Rp30 miliar. Iya, tiga puluh milyar, bukan tiga puluh ribu. Angka yang kalau dijadikan sedekah, mungkin bisa bikin satu desa penuh dapet tajil tiap hari selama setahun.
Kepolisian Daerah Jawa Barat lewat rilisnya, resmi menyelidiki dugaan penyelewengan dana hibah keagamaan yang bersumber dari APBD Pemkab Tasikmalaya tahun 2023. Penyalurannya dilakukan lewat Kesbangpol dan Bagian Kesra Setda, dengan penerima sebanyak 40 lembaga. Tapi, menurut hasil audit BPK dan Inspektorat, ternyata tak semua lembaga ini sukses bikin laporan pertanggungjawaban.
“Program hibah keagamaan ini menelan anggaran hingga hampir Rp. 30 miliyar, dengan rincian senilai Rp. 28,89 miliyar dalam anggaran murni dan bertambah menjadi Rp. 29,96 miliyar dalam anggaran perubahan,” ungkap Kombes Pol Hendra Rohmawan, Kabid Humas Polda Jabar.
Masalahnya, dari 40 lembaga, tujuh di antaranya belum menyelesaikan LPJ senilai Rp550 juta. Ditambah lagi ada satu lembaga yang nggak mencairkan dana, menyisakan Rp50 juta yang menganggur. Bukan salah dana sih, tapi salah yang nggak jemput bola.
Penyelidikan saat ini masih dalam tahap pengumpulan keterangan. Sudah 12 orang diperiksa dari berbagai lini OPD, seperti Kesbangpol, Kesra, dan BPKAD. Dan ini masih permulaan, karena polisi belum sampai ke para penerima hibah. Tapi dari gelagatnya, ada indikasi bahwa LPJ bukan lagi Laporan Pertanggungjawaban, tapi Lebih Prioritas Jangankan-laporan.
“Penyelidikan saat ini masih dalam tahap pengumpulan bahan keterangan dan dokumen… meskipun hanya berstatus sebagai saksi, yang bersangkutan tetap memiliki kewajiban untuk memberikan keterangan secara lengkap dan jujur,” kata Hendra.
Persoalan ini sebenarnya bukan tentang anggaran doang. Tapi juga soal kepercayaan. Karena dana hibah keagamaan bukan cuma soal pembangunan fisik atau kegiatan rohani. Di baliknya ada harapan umat, niat baik pemerintah, dan tentu saja: akuntabilitas. Sayangnya, kalau sudah masuk ke birokrasi, niat baik kadang suka jadi korban sistem.
Lebih lanjut, kasus ini jadi bagian dari kebijakan nasional ASTA CITA yang digariskan Presiden—tentang penegakan hukum dan pemberantasan korupsi. Polda Jabar sendiri menangani kasus serupa di Garut, Ciamis, Kota Tasikmalaya, dan Kota Banjar. Jadi bisa dibilang, ini bukan satu-dua oknum. Tapi seperti penyakit menahun yang butuh vitamin reformasi total.
“Polda Jabar berkomitmen untuk menindaklanjuti kasus ini secara transparan dan akuntabel demi menjaga integritas pengelolaan keuangan daerah dan mencegah penyalahgunaan wewenang,” tutup Hendra.
Laporan: Chandra Editor: Dito