
Oleh: Akhlil Fikri
Mari kita ngobrol santai sejenak. Pernah nggak sih kita mikir, kenapa daerah-daerah kecil di Indonesia kayak Kabupaten Lingga di Kepulauan Riau itu sering banget ketinggalan soal pembangunan? Padahal, sumber daya melimpah ruah. Laut luas, tanah subur, dan mineral di dalam bumi itu bukan cuma legenda, PT Timah pernah bikin jaya Lingga dahulu kala. Tapi kenapa ya, kok kayaknya tetap aja susah berkembang?
Nah, sekarang ada kabar menarik dari Lingga. Bupati mereka, Muhammad Nizar, sedang jungkir balik memperjuangkan investasi besar-besaran dari PT Tianshan Alumina Indonesia. Bukan main-main, Bro dan Sis. Ini proyek bernilai Triliunan Rupiah. Angka yang bahkan buat hitungannya butuh nafas panjang. Pabrik pengolahan bauksit bakal dibangun, kapasitasnya 2 juta ton per tahun. Ini bukan proyek main-main, ini perubahan besar.
Mari kita berpikir jernih dan logis: langkah Nizar ini patut diapresiasi. Bahkan kalau perlu, kita kasih standing ovation.
Pertama-tama, mari kita perhatikan satu hal: dunia investasi itu nggak semudah buka warung kopi. Mengundang investor besar, apalagi dari luar negeri, itu perlu diplomasi, lobi, dan janji konkret tentang stabilitas. Nggak cukup cuma bilang, “Lingga ini keren, loh.” Investor butuh jaminan. Mereka butuh bukti kalau proyeknya aman, bisa jalan, dan mendatangkan untung.
Selain itu ada poin yang perlu dilihat dengan kacamata tapi bukan kacamata dengan hitam, upaya Nizar ke Tiongkok bukan untuk jalan-jalan, Bupati Nizar ingin memastikan bahwa si investor ini benar-benar nyata punya pabrik yang jelas dan punya keseriusan yang benar-benar serius bukan abal-abal.
Di sinilah kelihaian Bupati Nizar layak kita catat. Beliau bahkan rela terbang langsung ke Tiongkok, menjajaki kerja sama, memperkuat relasi, dan memasarkan potensi daerahnya. Coba kita pikir, berapa banyak kepala daerah di Indonesia yang lebih memilih duduk di kantor, nunggu proposal datang sendiri? Banyak. Tapi Nizar? Dia jemput bola.
Sekarang mari kita cek logika sederhana. Kalau proyek ini jalan, apa efeknya? Tenaga kerja lokal diserap. Ribuan tenga kerja lapangan kerja akan terbuka. Dampaknya? Ekonomi rakyat naik. Anak-anak muda yang biasanya terpaksa merantau ke Batam, Tanjungpinang, atau sampai ke negeri jiran buat cari kerja, bisa punya alasan kuat untuk tetap tinggal di tanah kelahiran mereka. Orang tua nggak perlu lagi menahan air mata melepas anak.
Belum lagi efek turunan: warung makan rame, kontrakan penuh, transportasi jalan, dan roda ekonomi daerah berputar lebih kencang. Ini yang disebut “multiplier effect”. Bahasa kerennya, investasi itu bukan sekadar bangun pabrik doang, tapi membangun ekosistem.
Tentu saja, ada yang bilang, “Lho, kalau pabrik gede masuk, gimana soal lingkungan?” Ini pertanyaan valid, Bro dan Sis. Tapi mari kita lihat juga, apakah investor sebesar itu tidak melakukan hal tersebut, kan ga mungkin. PT Tianshan ini sudah menjalankan proses AMDAL (Analisis Mengenai Dampak Lingkungan). Ada konsultasi publik, ada pelibatan warga, dan pemerintah daerah aktif mengawasi. Risiko lingkungan itu ada, iya. Tapi tugas kita bukan anti-investasi, melainkan mengawal supaya investasi itu tetap bertanggung jawab.
Kita nggak bisa terus-terusan hidup dalam mentalitas takut. Semua kemajuan butuh keberanian mengambil risiko. Kalau semua daerah menolak industri karena takut polusi, ya sampai kapan pun kita cuma bakal jadi penonton dalam pertumbuhan ekonomi nasional.
Saya malah mikir, langkah Bupati Nizar ini menunjukkan leadership yang matang. Dia nggak cuma mikir jangka pendek, kayak sekadar “ayo bangun jalan” atau “ayo bagi-bagi bantuan sosial”. Dia mikir jangka panjang: memperbaiki struktur ekonomi Lingga dari hulu ke hilir.
Ingat, proyek ini juga termasuk dalam Proyek Strategis Nasional (PSN). Artinya, bukan cuma penting buat Lingga, tapi juga buat negara. Pemerintah pusat sudah menganggap ini proyek prioritas. Jadi kita juga, sebagai warga, harus kasih dukungan, tentunya bukan malah sinis dari jauh.
Apakah akan ada tantangan? Pasti ada. Urusan birokrasi, perizinan, gesekan sosial, semua itu realita. Tapi dibandingin diem aja dan biarin Lingga jalan di tempat, langkah Nizar jelas jauh lebih masuk akal.
Bayangkan 5-10 tahun dari sekarang: ada kawasan industri hidup di Lingga. Yang mungkin saja ada sekolah teknik vokasi yang berkembang karena butuh tenaga terampil. Ada rumah sakit baru karena jumlah penduduk bertambah. Ada jalan-jalan bagus karena distribusi barang makin sibuk. Apa kita nggak mau lihat itu terjadi?
Mungkin ada yang skeptis: “Ah, ini cuma proyek mercusuar. Nanti mandek di tengah jalan.” Skeptisisme itu perlu, iya, supaya kita tetap kritis. Tapi skeptis yang sehat itu bukan yang mematikan semangat. Skeptis yang sehat itu aktif: mengawal proyeknya, bukan cuma komentar dari warung kopi.
Makanya, saya bilang, ini saatnya kita berpikir logis. Kalau ada peluang emas kayak gini, kita dukung. Kita kawal. Kita kritik kalau perlu, tapi dalam semangat membangun, bukan menjatuhkan.
Dan saya rasa, apresiasi buat Bupati Lingga itu pantas banget. Beliau sudah berani pasang badan demi daerahnya. Bukan demi pencitraan, tapi demi masa depan yang lebih cerah berdaya saing dan sejahtera.
Sekali lagi, Bro dan Sis, ayo buka mata. Mari berpikir jujur: perubahan itu nggak datang dari keluhan. Perubahan datang dari kerja keras, dari keberanian mengambil peluang, dan dari solidaritas warga untuk ikut serta.
Bupati Nizar sudah memulai langkah besar. Tugas kita? Bukan cuma nonton. Tapi ikut melangkah, ikut mengawal, ikut mendukung.
Karena masa depan Lingga, dan masa depan banyak daerah kecil lain di Indonesia, itu layak diperjuangkan. Dan perjuangan itu, seperti kata pepatah lama, harus dimulai dari sekarang. Dari kita. Dari pikiran kita yang jernih dan hati kita yang jujur.