KUTIPAN – Bupati Lingga, Muhammad Nizar, bersama Ketua TP-PKK Kabupaten Lingga, Maratusholiha Nizar, menghadiri kegiatan Tradisi Mandi Safar yang digelar di Masjid Al Hidayah, Desa Resun, pada Rabu (4/9/2024). Acara ini merupakan tradisi tahunan yang dilaksanakan setiap Rabu terakhir di bulan Safar, di mana masyarakat berkumpul untuk mandi bersama dan menggelar doa tolak bala.
“Tujuan Mandi Safar adalah menghindari dan menolak lebih dari 3.000 bala yang diturunkan Allah pada bulan Safar ini. Maka, diadakanlah doa bersama dan Mandi Safar. Dengan dibacakan doa dan dimandikan, diharapkan anak-anak kita memiliki sifat dan tingkah laku yang lebih baik,” ujar Bupati Nizar.
Tradisi ini memiliki makna religius mendalam bagi masyarakat Melayu Kabupaten Lingga. Mandi Safar dipercaya sebagai upaya untuk memohon perlindungan kepada Allah SWT dari segala bentuk bencana, baik di dunia maupun di akhirat. Ritual ini telah diwariskan turun-temurun dan kini diakui sebagai Warisan Budaya Tak Benda (WBTB) Kabupaten Lingga.
Selain sebagai bagian dari upaya pelestarian budaya, kegiatan ini juga menjadi momen kebersamaan masyarakat untuk berdoa demi keselamatan bersama. Mandi Safar telah menjadi salah satu ikon tradisi lokal yang tidak hanya dipertahankan sebagai ritual keagamaan, namun juga sebagai aset budaya yang berharga bagi Kabupaten Lingga.
Masyarakat setempat, baik tua maupun muda, turut berpartisipasi dalam tradisi ini dengan penuh antusias. Prosesi mandi dilakukan dengan cara menyiramkan air yang telah didoakan, yang diyakini dapat membawa berkah dan melindungi dari marabahaya.
Sebagai salah satu tradisi penting, Mandi Safar tidak hanya menjadi simbol religiusitas masyarakat Melayu di Lingga, tetapi juga bentuk kecintaan terhadap budaya yang telah diwariskan oleh leluhur. Tradisi ini diharapkan dapat terus dilestarikan oleh generasi muda sebagai wujud kebanggaan terhadap identitas budaya daerah.
Mandi Safar adalah bukti nyata bahwa kearifan lokal dan nilai-nilai religius mampu berjalan beriringan, menjadi kekuatan untuk menghadapi tantangan zaman. Tradisi ini menjadi salah satu peristiwa yang selalu dinantikan oleh masyarakat, khususnya di Desa Resun, sebagai momen untuk mendekatkan diri kepada Sang Pencipta dan mempererat tali silaturahmi antarwarga.