
KUTIPAN – Pagi yang cerah di Lingga, tapi kehadiran para ASN-nya kayak cuaca di hati mantan—nggak bisa diprediksi. Kadang ada, kadang enggak. Bahkan ada yang dua tahun ngilang tapi absennya masih rajin, kayak arwah penasaran.
Pada Minggu, 20 April 2025, Bupati Lingga, Muhammad Nizar, meletupkan unek-unek yang udah lama mengendap. Bukan karena enggak sayang, justru karena sayang, makanya kecewa. Soal apa? Ya soal ASN (Aparatur Sipil Negara) yang kayaknya lebih cocok disebut Aset Sementara Negara.
“Ada yang masuk kantor, ada yang tidak,” begitu kata Bupati Nizar, dengan nada yang mungkin kalau ditulis ulang bisa ditambahin backsound violin sedih.
Lebih lanjut, beliau nyeletuk, “Saya ini maaf cakap, pengen kalau memang dalam keputusan dari Menteri Dalam Negeri, kan ada yang diberhentikan, ada yang diberikan SP1, SP2 sampai SP3, sampai pemberhentian. Nah, saya pengen yang seperti ini, yang tidak menjalankan sesuai dengan tugas dan tanggung jawabnya, saya pengen diberhentikan.”
Lho, ini bupati atau HRD sih?
Tapi ya, masuk akal juga. Karena menurut cerita Bupati Nizar, ada ASN yang sudah dua tahun tidak terlihat batang hidungnya di kantor, tapi absensi tetap jalan. Bukan sulap, bukan sihir, ini adalah realita sistem kepegawaian yang kayaknya terinspirasi dari dunia paralel: fisik absen, jiwa entah di mana.
Ada juga yang ditugaskan di pulau-pulau, tapi absensinya raib. Atau sebaliknya, absen ada, orangnya yang raib. Bahkan ada yang titip absensi. Astaga. Titip absen itu sama aja kayak titip nikah. Sah sih di atas kertas, tapi yang ngerasain orang lain.
Fenomena titip absensi ini sebenarnya bukan hal baru. Tapi kalau sampai dua tahun gak nongol, itu udah bukan pelanggaran disiplin, itu levelnya udah kayak cerita misteri.
Nggak heran kalau Bupati Nizar greget. Beliau bukan cuma pengen ASN-nya disiplin, tapi juga punya rasa memiliki. Bukan rasa memiliki kantor sih, tapi rasa memiliki tanggung jawab. Karena kalau ASN-nya ogah-ogahan, rakyat juga yang ketiban getah. Pelayanan publik jadi kayak nunggu sinyal di pelosok: lama, lemah, dan suka putus sendiri.
Bayangkan, ASN yang harusnya melayani masyarakat malah ilang kayak uang parkir tanpa karcis. Yang ditugaskan di pulau, malah kayak nelayan hilang arah. Yang lainnya asik titip absen, padahal warga antre minta tandatangan surat penting.
Ngomongin SP1, SP2, sampai SP3, ini kayak tahapan dalam hubungan toxic: udah disindir, dikasih kode, ditegur halus, sampai akhirnya minta putus (alias diberhentikan). Tapi ya kalau yang bersangkutan tetap nggak muncul, mungkin perlu dicari pake Google Maps.
Bupati Nizar udah terang-terangan pengen yang kayak gini diberhentikan. Ini bukan bentuk dendam, tapi upaya bersih-bersih. Karena satu ASN yang malas bisa menular kayak virus WiFi gratisan: cepat menyebar dan susah diberantas.
Satu pertanyaan yang perlu dijawab adalah: sistem kepegawaian macam apa yang bikin orang bisa dua tahun absen fisik tapi absensi jalan terus? Apakah mesin fingerprint-nya dipegang sama titipan setan? Atau jangan-jangan, yang buat begitu ada “joki absen” seperti joki tugas anak kuliahan?
Kalau Bupati udah sefrontal ini, artinya udah gak main-main. Ada harapan besar biar ASN kembali ke track, bukan cuma cari aman. ASN bukan cuma profesi, tapi amanah. Kalau mau jadi ASN tapi nggak mau disiplin, mending jualan bakso keliling, lebih jelas arah dan tujuannya.
Tulisan ini masuk dalam rubrik Cerita/Suara Kutipan kiriman laporan wartawan yang telah dipoles editorial redaksi dengan gaya media kutipan. Kalau mau kirim tulisan bisa kirim ke penuliskutipandotco@gmail.com. (asal bukan hoaks)