
KUTIPAN – Ombudsman Republik Indonesia Perwakilan Kepulauan Riau (Kepri) menyatakan dukungan terhadap langkah perbaikan tata kelola pertanahan yang dilakukan oleh Kepala dan Wakil Kepala BP Batam. Dukungan ini disampaikan sebagai respons atas banyaknya keluhan masyarakat mengenai buruknya layanan administrasi pertanahan selama ini.
“Keluhan disampaikan di antaranya tidak transparansinya data pengalokasian lahan, rumitnya pengurusan administrasi lahan, tumpang tindih alokasi lahan yang menimbulkan banyak sengketa lahan, ketidakjelasan pengurusan fatwanologi serta izin peralihan hak,” ujar Kepala Perwakilan Ombudsman RI Provinsi Kepri, Dr Lagat Siadari, dalam keterangan tertulis yang diterima.
Menurut Lagat, pengurusan lahan di Batam selama ini dikenal tidak efektif dan efisien. Bahkan, ia menyebut sudah menjadi rahasia umum di kalangan pengusaha bahwa untuk memperoleh lahan, harus mengeluarkan “fee” tambahan di luar Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP).
34 Laporan Masuk ke Ombudsman
Dalam beberapa tahun terakhir, Ombudsman Kepri telah menerima 34 laporan masyarakat terkait pelayanan pertanahan di Direktorat Pengelolaan Pertanahan BP Batam.
“Dugaan maladministrasi layanan pertanahan ini meliputi tidak memberikan pelayanan, pengabaian kewajiban hukum, penyimpangan prosedur dan penundaan berlarut terkait layanan pengadministrasian pertanahan,” jelas Lagat.
Laporan tersebut berasal dari individu, kuasa hukum, yayasan, hingga pengusaha. Dari serangkaian pemeriksaan yang dilakukan, sebagian laporan terbukti mengandung unsur maladministrasi dan telah ditindaklanjuti. Sementara beberapa laporan lain masih dalam proses pemeriksaan.
Apresiasi Gebrakan Pimpinan Baru
Lagat juga menyampaikan apresiasinya terhadap langkah-langkah yang diambil oleh Wali Kota Batam dan Wakil Wali Kota Batam, yang juga menjabat sebagai ex-officio Kepala dan Wakil Kepala BP Batam, dalam menangani persoalan lahan.
“Semoga pimpinan baru BP Batam ini terus membuktikan komitmennya memperbaiki tata kelola pengelolaan lahan ini sehingga mendukung iklim investasi yang efektif dan efisien di Batam,” harapnya.
Ia juga menekankan pentingnya reformasi ini untuk mencegah konflik agraria, serta mencegah kerusakan lingkungan akibat aktivitas cut and fill oleh penerima alokasi lahan tanpa proses perizinan yang semestinya.
Tolak Komersialisasi Bahu Jalan
Dalam kesempatan yang sama, Ombudsman Kepri menyoroti informasi yang beredar bahwa BP Batam berencana mengalokasikan bahu jalan atau buffer zone di sejumlah ruas jalan utama, seperti Jalan Sudirman menuju Bandara Hang Nadim hingga Nongsa, untuk dijadikan kawasan jasa dan komersial.
Ombudsman meminta agar rencana tersebut dibatalkan karena dapat merusak keindahan dan estetika Kota Batam.
“Jalan dan bahu jalan yang lebar merupakan ikonik Kota Batam yang membuat landscape-nya menarik, sehingga apabila diubah fungsinya menjadi bangunan-bangunan tentunya akan mengurangi keindahan Kota Batam,” kata Lagat.
Menurutnya, BP Batam seharusnya menjaga keseimbangan antara pembangunan dengan pelestarian lingkungan dan estetika kota.
“Perencanaan awal pengembangan Pulau Batam adalah menuju kota yang maju dan modern tanpa harus mengesampingkan nilai estetika itu sendiri,” pungkasnya.***
Laporan: Yuanda