
KUTIPAN – Kuasa Hukum Natalis N Zega membeberkan sejumlah bukti dugaan pemerasan oleh oknum anggota DPRD Batam berinisial MR terhadap kliennya.
Salah satu bukti yang cukup kuat mengarah kepada dugaan pemerasan itu diantaranya adalah pesan singkat WhatsApp group yang mereka buat saat kerjasama bisnis pasir seatrium berlangsung.
Dalam pesan singkat itu, oknum anggota DPRD Batam berinisial MR mendesak pengusaha agar mengeluarkan hasil tagihan kerjasama bisnis dengan dalih untuk diberikan kepada Polda dan Polres.
“Ditagih lah dl lae yang lama-lama lae, karena Polda dan Polres sdh minta lae, karena mereka butuh di saat lebaran ini lae,” ungkap MR dalam pesan singkat WhatsApp melalui group itu.
Kuasa Hukum Natalis N Zega mengatakan, bukti chat oknum anggota DPRD Batam berinisial MR di dalam group itu sudah cukup kuat bahwa ia diduga memeras pengusaha (kliennya).
“Selain bukti chat, kami juga menyimpan bukti-bukti pemerasan lainnya terhadap klien kami diantaranya, dokumen kontrak, bukti transfer, cek transaksi serta lainnya. Bukti ini akan kita bawa menempuh jalur hukum, untuk menyeret oknum anggota DPRD Batam tersebut ke jeruji besi,” tegas Natalis, Sabtu (26/4/2025).
Menurut Zega, bahwa pihaknya tidak akan main-main dengan kasus ini. Ia menilai, kliennya itu sudah cukup sangat-sangat dirugikan karena ulah oknum anggota DPRD Batam tersebut.
“Kita tetap akan menempuh jalur hukum. Klien saya sudah benar-benar sangat dirugikan. Harapan besar proyek itu dapat diselesaikan dengan baik, tetapi justru ia terpuruk,” jelasnya
Diberitakan sebelumnya, seorang pria pengusaha Batam mengaku diperas dan ditipu hingga mengalami kerugian mencapai milyaran rupiah oleh oknum anggota DPRD Batam berinisial MR.
Diketahui, dugaan penipuan, penggelapan dan pemerasan itu berawal dari sebuah kerjasama bisnis jual beli pasir seatrium hasil pendalaman alur laut di kawasan PT SMOE Indonesia, Kecamatan Nongsa.
Melalui Kuasa Hukumnya, Natalis N Zega mengungkapkan, pada tahun 2023, PT SMOE melakukan dredging pendalaman alur laut yang dilakukan oleh PT Mantara. Kebetulan hasil pendalaman alur laut ini menghasilkan pasir seatrium.
“Jadi, pasir ini hampir dua tahun tertumpuk di lokasi itu. Karena pemilik pasir itu bingung soal regulasinya, maka mereka bertemulah dengan seseorang berinisial HA,” ujar Natalis saat konferensi pers di bilangan Nagoya, Kamis (24/4/2025).
Selanjutnya, karena HA pada saat itu tidak memiliki PT, maka ia menyewa PT yakni bernama GT Solution. PT GT Solution inilah yang memiliki NIB penjualan pasir tersebut. Akhirnya, terjalinlah sebuah ikatan kontrak pribadi antara keduanya.
Dalam kontrak pribadi itu disebutkan, bahwa jika HA ingin menerjunkan alat berat ke lokasi, maka ia harus memberikan uang muka (DP) sebesar Rp 1 miliar.
“Ternyata, setelah depo masuk, DP yang diminta belum dapat diberikan HA. Karena saat itu, HA mengaku tidak memiliki uang. Kemudian, ia mencari klien kami sebagai pemodal (pihak kedua) dengan kesepakatan bagi hasil masing-masing 50 persen,” ungkapnya
Setelah terjadi kesepakatan antara HA dan kliennya, kata Natalis, saat hendak memulai pekerjaan itu, pihak kawasan perusahaan tidak memberikan izin mengeluarkan material pasir. Karena masih ada izin yang perlu dilengkapi.
“Akhirnya, klien kami dibantu rekannya berinisial E melakukan pertemuan dan rapat bersama sejumlah kepala dinas terkait. Dalam hal ini, klien kami diminta untuk membayar pajak Mineral Bukan Logam dan Batuan (MBLB) sebesar Rp 230 juta, atau 20 % dari harga jual pasir tersebut,” bebernya.
Setelah kewajiban pajak ditunaikan oleh kliennya, proyek pengangkutan pasir seatrium hasil dari pendalaman alur laut berjalan lancar tanpa ada hambatan.
Lantas, kata Natalis, kurang lebih 1 bulan proyek itu beroperasi, datanglah sejumlah personel anggota Polresta Barelang dan Ditreskrimsus Polda Kepri untuk meninjau lokasi tersebut. Kehadiran mereka, ternyata untuk menghentikan aktivitas itu.
“Saat dilokasi, klien kami koperatif. Ia menunjukkan seluruh kelengkapan dokumen perizinan yang dimiliki. Tetapi, pihak Kepolisian tetap menghentikan pekerjaan mereka ,” terangnya.
Karena proyek tersebut dihentikan pihak Kepolisian, maka pengusaha ini meminta bantuan kepada oknum anggota DPRD Batam berinisial MR untuk menjembatani pertemuan bersama Kapolresta Barelang Kombes Pol Heribertus Ompusunggu. Karena, pengusaha itu menganggap oknum anggota DPRD Batam berinisial MR ini memiliki hubungan kedekatan yang cukup intens.
“Akhirnya, pertemuan antara klien kami dengan Kapolresta Barelang waktu itu berhasil dijembatani oknum anggota DPRD Batam berinisial MR. Hasil pertemuan, anggota DPRD Batam berinisial MR ini meminta komisi proyek sebesar Rp 50 ribu perkubik dengan alasan untuk kordinasi ke Polda Kepri dan Polresta Barelang,” kata Natalis N Zega.
“Bahkan, oknum anggota DPRD Batam berinisial MR ini, juga sempat masuk ke dalam tim klien kita. Lebih mengejutkan lagi, dia juga meminta saham 20 %. Tak hanya itu, klien kami juga diarahkan soal pembayaran melalui perusahaan milik oknum tersebut. Semua, sudah jelas ada buktinya yang kita pegang saat ini,” sambungnya.
Selanjutnya, pada tanggal 21 Maret 2025, menjelang lebaran, oknum anggota DPRD Batam berinisial MR kembali meminta uang sebesar Rp 500 juta dengan alasan diberikan kepada Polda Kepri dan Polresta Barelang.
“Klien kami bersikeras tidak ingin memberikan uang itu, karena sudah ada perjanjian komisi Rp 50 ribu perkubik yang telah disepakati di awal. Karena dibawah tekanan, akhirnya klien kami hanya dapat menenuhi permintaan sebesar Rp 350 juta. Uang itu, juga sudah diterima langsung oleh oknum anggota DPRD Batam tersebut,” bebernya.
Namun, selang dua hari setelah diberikan uang tunai, pekerjaan itu justru di hentikan oleh Polda Kepri tanpa diberikan alasan apapun.
“Akhirnya, klien kita meminta pertanggungjawaban kepada HA selaku pihak pertama. Namun, HA tidak memberikan respon apapun. Sehingga, klien kami menanggung kerugian mencapai Rp 1,4 miliar,” ungkap Natalis.
Belakangan diketahui, lanjut Natalis, alasan Polda Kepri menghentikan proyek tersebut karena adanya permintaan dari Ketua DPRD Kepri.
“Ternyata, setelah kami telusuri yang melapor kepada Ketua DPRD Kepri adalah pihak perantara pemilik material pasir. Alasan mereka melapor, lantaran ada bahasa oknum anggota DPRD Batam berinisial MR bahwa Dp sebesar Rp 1 miliar yang telah kita berikan kepada pemilik material pasir akan diambil oleh MR sebesar Rp 500 juta. Tak hanya itu, MR juga meminta di pembayaran kedua dan ketiga tidak ada lagi. Sehingga, membuat pemilik material pasir gerah dan melaporkannya ke Ketua DPRD Kepri,” tuturnya.
Natalis mengungkapkan, sebagai pemodal, kliennya juga kembali menemui HA dan meminta untuk mengikuti perjanjian diawal. Bukan perjanjian saat bersama oknum anggota DPRD Batam berinisial MR .
“Karena klien kami menganggap bahwa oknum MR gagal dalam berkoordinasi. Sehingga klien kami menilai proyek tersebut akan dikuasai oleh mereka (pihak pertama) tanpa mengeluarkan modal sepeserpun. Seharusnya, antara pihak pertama dan pihak kedua masing-masing memperoleh hasil saham 60 persen dan 40 persen sesuai tertuang dalam surat notaris yang telah dibuat,” bebernya lagi.
Dalam persoalan ini, kliennya merasa diperas dan dipermainkan. Sejumlah uang yang diminta oleh oknum anggota DPRD Batam berinisial MR telah ditunaikan dengan harapan pekerjaan dapat diselesaikan. Tetapi pekerjaan itu justru sama sekali tidak dapat dilakukan.
“Uang tunai sebesar Rp 350 juta itu sudah kita berikan kepada oknum anggota DPRD Batam berinisial MR. Tetapi, kita juga tidak tahu disampaikan atau tidak,” ujarnya.
Untuk memperoleh keadilan atas kliennya, Natalis menegaskan, bahwa pihaknya akan membawa permasalahan ini hingga ke jalur hukum.
“Dalam waktu dekat ini, kita akan laporkan soal dugaan penipuan dan penggelapan kepada pihak Kepolisian. Selain itu, kita juga berencana akan menemui Badan Kehormatan DPRD Kota Batam atas tindakan yang dilakukan oleh oknum tersebut,” pungkasnya.
Sementara itu, ditempat terpisah, anggota DPRD Batam berinisial MR menyebut bahwa pihaknya tidak ada kaitannya dengan proyek tersebut.
"Wah....tidak benar itu, pencemaran nama baik itu, jangan bawa-bawa nama saya. Bisa saya laporkan balik ini, sejak kapan saya minta-minta uang," tutur MR saat dikonfirmasi Jum'at (25/4/2025). Laporan : Yuyun