
KUTIPAN – Upaya penyelundupan benih bening lobster (BBL) di perairan Kepulauan Riau sepertinya tak pernah benar-benar surut. Seolah ada arus rahasia yang terus mencoba membawa kekayaan laut Indonesia keluar negeri lewat jalur-jalur gelap. Kali ini, Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (DJBC) Khusus Kepulauan Riau kembali menggagalkan penyelundupan 281.583 ekor BBL di perairan utara Bintan. Jumlah yang kalau dibayangkan, lebih banyak daripada penghuni satu kota kecil.
Ratusan ribu benih tersebut diduga hendak diselundupkan ke luar negeri, tentu dengan dalih “bisnis menguntungkan”. Padahal, setiap ekor BBL itu adalah potensi masa depan ekonomi kelautan Indonesia, asal dikelola dengan benar, bukan dibawa kabur.
Kepala Kantor Wilayah DJBC Khusus Kepulauan Riau, Adhang Noegroho Adhi, menuturkan bahwa pihaknya mendapat informasi mengenai keberadaan satu High Speed Craft (HSC) yang akan mengangkut BBL secara ilegal.
“Satgas patroli laut langsung melakukan pemantauan dan penyekatan di perairan yang akan dilalui. Kami kemudian mendapat informasi lanjutan bahwa HSC yang diduga membawa benih lobster ilegal sudah bergerak. Pada Rabu (5/11/2025) saat patroli berada di sekitar perairan Tanjung Berakit, terlihat sebuah HSC mengarah ke utara menuju Malaysia,” ujar Adhang.
Drama pengejaran pun terjadi. Kapal patroli Bea Cukai harus mengejar HSC itu hampir satu jam penuh. Kapal penyelundup melaju cepat, bermanuver seperti sedang audisi film aksi. Sayangnya bagi mereka, batas hukum lebih cepat daripada akal-akalan. Kapal itu akhirnya mengandaskan diri, dan para pelaku memilih kabur alih-alih mempertanggungjawabkan aksinya.
Saat kapal berhasil diamankan, petugas menemukan 36 kotak berisi BBL dengan total nilai ekonomi yang tidak main-main, sekitar Rp28,15 miliar. Nilai yang cukup untuk membangun beberapa fasilitas publik jika digunakan dengan niat baik.
“Kami telah berkoordinasi dengan Direktorat Jenderal Pengawasan Sumber Daya Kelautan dan Perikanan (PSDKP) untuk proses serah terima barang bukti, sementara penyelidikan lebih lanjut masih dilakukan.” ungkapnya.
Jika para pelaku tertangkap, daftar pasal yang menanti panjang dan tegas. Mulai dari Pasal 102A UU 17/2006 tentang Kepabeanan dengan ancaman pidana maksimal 10 tahun dan denda hingga Rp5 miliar, sampai pasal-pasal dari UU Perikanan dan UU Karantina Hewan, Ikan, dan Tumbuhan.
“Kami akan terus memperkuat sinergi dengan PSDKP, Balai Perikanan Budidaya Laut Batam, dan Badan Karantina Indonesia, dalam upaya melindungi sumber daya kelautan serta mendukung kebijakan nasional sesuai arahan Presiden dalam program ASTA CITA.” katanya.
Di tengah kenyataan bahwa laut Indonesia adalah “lemari penyimpanan harta karun”, langkah menjaga dari para pemburu celah semacam ini memang tidak boleh kendor.





