
KUTIPAN – Ruang Bapemperda DPRD Kota Batam tampak lebih sibuk dari biasanya. Di sana, para anggota dewan berkumpul bukan untuk sekadar ngopi sambil diskusi ringan, tapi membahas hal yang lebih serius, yakni finalisasi Program Pembentukan Peraturan Daerah (Propemperda) Kota Batam Tahun 2026.
Rapat internal itu dipimpin langsung oleh Ketua Bapemperda, Hj. Siti Nurlailah, ST, MT, yang kelihatan sigap mengarahkan jalannya pembahasan. Tidak main-main, agenda ini menyentuh inti kerja DPRD: menentukan rancangan peraturan mana yang layak diusulkan lewat hak inisiatif dewan, dan mana yang berasal dari usulan Pemerintah Kota.
“Kami sedang mengklasifikasi Ranperda mana saja yang memungkinkan diajukan melalui hak inisiatif DPRD, agar penyusunan Propemperda 2026 dapat berjalan efektif dan sesuai kebutuhan masyarakat,” jelas Siti Nurlailah.
Kalimat itu terdengar sederhana, tapi maknanya dalam. Di baliknya ada upaya menjaga agar daftar Ranperda tak cuma jadi tumpukan dokumen di meja rapat, melainkan benar-benar punya dampak ke masyarakat Batam.
Bapemperda tampaknya tak ingin sekadar menambah daftar panjang perda yang tidur di lembaran daerah. Karena itu, klasifikasi dilakukan ketat. Mana yang betul-betul punya urgensi dan manfaat, akan dilanjutkan. Mana yang masih bisa ditunda, ya sabar dulu.
Proses ini adalah bagian dari tahapan menuju penetapan resmi Propemperda 2026, yang nantinya bakal diketok dalam Rapat Paripurna DPRD Kota Batam setelah seluruh pembahasan tuntas.
Langkah ini menunjukkan, meski urusan peraturan daerah sering terdengar kaku dan administratif, ada kesadaran baru bahwa produk hukum juga harus punya rasa: rasa urgensi, rasa manfaat, dan rasa logis buat warga.
Kalau semua tahapan berjalan mulus, bukan tidak mungkin Propemperda 2026 nanti bisa jadi bukti bahwa DPRD Batam serius bikin aturan yang lebih membumi—bukan sekadar formalitas politik tahunan.





