
KUTIPAN – Kalau ada orang bertanya: siapa yang rela bangun tengah malam, bukan untuk sahur, bukan juga buat rebutan diskon flash sale, melainkan untuk berdiri tegak di pemakaman sambil menundukkan kepala? Jawabannya: mereka yang hadir di Apel Kehormatan dan Renungan Suci, Taman Makam Pahlawan Pusara Bakti, Tanjungpinang, 16 Agustus 2025.
Acara ini digelar tepat pukul 00.00 WIB, waktu di mana sebagian besar warga Kepri mungkin masih sibuk scroll TikTok atau tenggelam dalam mimpi indah. Bedanya, para pejabat dan veteran yang hadir memilih menemani para pahlawan dengan cahaya obor, bukan lampu LED 15 watt.
Lalu, siapa yang memimpin jalannya upacara? Kapolda Kepri Irjen Pol Asep Safrudin, yang dengan suara lantang membacakan naskah penuh janji mulia.
“Kami bersumpah dan berjanji bahwa perjuangan saudara-saudara adalah perjuangan kami pula,” ujarnya. Di titik ini, kalau Anda biasa main game RPG, itu seperti membaca quest utama: ini misi hidup yang harus dituntaskan generasi berikutnya.
Ritual Tahunan atau Reminder Nasional?
Gubernur Ansar Ahmad tak ketinggalan memberi wejangan. Katanya, apel kehormatan ini bukan sekadar ritual tahunan, tapi momentum buat merenungi perjuangan para pahlawan.
“Mereka adalah putra-putri terbaik bangsa yang rela meninggalkan kenyamanan demi kemerdekaan,” katanya dengan nada penuh refleksi.
Kalau dipikir-pikir, benar juga. Bayangkan generasi ’45 itu rela meninggalkan kasur empuk (kalau punya), rumah sederhana, bahkan keluarga, demi mengusir penjajah. Bandingkan dengan kita yang kadang meninggalkan rumah cuma buat jajan cilok atau nonton konser boyband Korea.
Khidmat, Tapi Juga Satir Kehidupan
Suasana malam itu terasa sakral. Cahaya obor yang berjejer membuat pemakaman jadi seperti set film horor. Bedanya, ini bukan untuk menakut-nakuti, melainkan untuk mengingatkan bahwa kebebasan tidak jatuh dari langit. Ada 2 pejuang ’45, 136 veteran TNI-Polri, 7 sukarelawan, 2 pejuang rakyat, serta 2 pahlawan tak dikenal yang bersemayam di sana.
Kalau dalam istilah anak sekarang, mereka adalah “founding fathers dan mothers” yang literally jadi alasan kenapa hari ini kita bisa bebas berdebat di medsos, bikin meme politik, atau ribut soal timnas main bagus apa tidak.
Dari Obor ke Optimisme
Sebelum meninggalkan makam, Ansar menambahkan ajakan supaya masyarakat Kepri meneladani semangat perjuangan pahlawan untuk menjaga persatuan, memperkuat kesatuan, dan mendorong kemajuan daerah. Katanya, “Semoga semangat mereka menjadi energi bagi kita semua dalam membangun Kepulauan Riau yang lebih maju dan sejahtera.”
Ini semacam reminder: jangan cuma ribut soal siapa yang dapat jatah proyek atau siapa yang lebih sering muncul di baliho. Ingat, para pahlawan dulu ributnya soal merdeka atau mati.
Mengapa Harus Tengah Malam?
Banyak yang mungkin bertanya, kenapa upacara ini selalu dilakukan tengah malam? Jawabannya simpel: biar lebih khidmat, sepi, dan terasa sakral. Coba kalau dilakukan siang bolong, panas terik, bisa-bisa suasana hening berubah jadi rebutan kipas. Lagi pula, momen tengah malam itu memberi ruang buat kita merenung.
Karena jujur saja, di era sekarang orang lebih sering merenung pas habis bayar cicilan atau pas lihat saldo tinggal receh. Jadi, apel ini sekalian melatih kita untuk merenung ke arah yang lebih besar: tentang kemerdekaan, persatuan, dan tanggung jawab kita menjaga bangsa.
Penutup yang Ngena
Apel Kehormatan dan Renungan Suci ini singkat, tapi maknanya dalam. Kayak lagu lawas yang durasinya cuma tiga menit tapi bikin baper seharian. Setiap detik upacara itu adalah pengingat bahwa apa yang kita nikmati sekarang adalah hasil dari perjuangan panjang penuh pengorbanan.
Kita mungkin nggak bisa mengangkat senjata seperti para pahlawan. Tapi kita bisa mengisi kemerdekaan dengan hal-hal kecil yang berdampak besar: jujur dalam bekerja, tidak jadi koruptor, tidak sebar hoaks, dan kalau bisa berkontribusi membangun daerah.
Jangan sampai, obor perjuangan yang dulu menyala di medan tempur, padam gara-gara generasi sekarang sibuk healing tanpa peduli masa depan.