
KUTIPAN – Rapat Koordinasi Nasional bertajuk Akselerasi Pembahasan RUU Daerah Kepulauan dalam Prolegnas Prioritas 2025 di Gedung Nusantara V, DPR RI, Selasa (2/12), jadi ajang penting buat suara daerah kepulauan. Dan di tengah forum strategis itu, Wali Kota Tanjungpinang, Lis Darmansyah, hadir dengan pandangan yang cukup “ngeh” sama realita di lapangan.
Acara ini intinya jadi ruang konsolidasi antara pemerintah pusat dan daerah biar percepatan penyusunan payung hukum buat wilayah kepulauan bisa jalan lebih efektif. Soalnya, selama ini berbagai persoalan khas daerah kepulauan sering mentok gara-gara regulasi yang belum nyampe kebutuhan real masyarakat pesisir.
Lis pun langsung buka suara. Dengan nada optimistis campur mendesak, ia bilang, “Ini merupakan momentum penting. Sudah lama daerah-daerah kepulauan menantikan hadirnya regulasi yang benar-benar mengatur persoalan strategis wilayah kepulauan.”
Kewenangan Hilang, Ruang Gerak Daerah Terbatas
Lis dengan tegas menyoroti efek besar dari UU Nomor 23 Tahun 2014. Sejak aturan itu diberlakukan, semua urusan kelautan ditarik ke pusat dan provinsi. Kabupaten/kota? Praktis jadi penonton, padahal masalah pesisir itu sifatnya urgent banget.
Ia mencontohkan: sampah laut, abrasi, reklamasi, akses layanan publik di wilayah perairan, sampai pengembangan wisata bahari dan perikanan lokal. Semua butuh keputusan cepat, tapi daerah justru nggak punya “remote kontrol”.
Lis dengan tegas bilang, “Dengan hilangnya kewenangan 0 mil bagi kabupaten/kota di wilayah kepulauan, semua persoalan masyarakat pesisir menuntut solusi cepat dan langsung, namun kami tidak memiliki ruang legal maupun fiskal untuk bertindak.”
Tiga Usulan Penting ala Lis untuk RUU Daerah Kepulauan
Biar RUU ini tidak “kosong makna”, Lis masuk dengan tiga usulan strategis:
Kewenangan Kelautan Skala Mikro Kembali ke Kabupaten/Kota
Biar masalah pesisir bisa ditangani cepat dan sesuai karakter daerah, Lis mendorong agar kewenangan mikro dikembalikan ke kabupaten/kota. Intinya: daerah yang paling dekat dengan masyarakat harus punya kuasa buat bertindak.
Skema Pendanaan Afirmasi + DAK Kepulauan
Lis juga menyinggung masalah klasik, fiskal yang timpang.
Ia menegaskan, “Selama ini kami menghadapi kesenjangan fiskal yang serius karena formula anggaran negara hanya berbasis daratan dan jumlah penduduk, tanpa menghitung luas laut dan banyaknya pulau.”
Ia mengusulkan adanya Dana Alokasi Khusus Kepulauan (DAKKep) dan penguatan legalitas PAD berbasis kelautan.
Desentralisasi Perizinan Ruang Pesisir
Menurut Lis, urusan izin seperti rumah pesisir, marina, diving center, dan ekowisata harus lebih sederhana dan terjangkau. Pemerintah daerah harus kembali pegang perizinan, sementara pusat cukup siapkan standar dan aturan dasarnya.
Menutup paparannya, Lis menyampaikan pesan menohok tentang esensi pembangunan Indonesia: “Setiap pulau, setiap pesisir, dan setiap warga negara berhak merasakan kehadiran negara. RUU Daerah Kepulauan bukan sekadar instrumen hukum, tetapi pilihan strategis dalam pemerataan pembangunan bangsa.”
Pemkot Tanjungpinang pun memastikan siap terus ikut memperjuangkan kebijakan yang adil untuk masyarakat pesisir—sejalan dengan visi Indonesia sebagai negara maritim yang kuat dan berdaulat.





