
KUTIPAN – Kadang publik hanya tahu urusan obat dan makanan selama memenuhi perut dan bikin sehat, ya langsung gas. Tapi ada hal yang jauh lebih penting di balik itu semua: gimana pengawasan dilakukan biar nggak ada produk abal-abal yang lolos, apalagi sampai bikin masyarakat masuk UGD.
Nah, urusan pelik seperti ini yang jadi fokus dalam Forum Konsultasi Publik (FKP) Standar Pelayanan Loka POM Tanjungpinang yang dibuka langsung oleh Wakil Wali Kota Tanjungpinang, Raja Ariza. Acara ini dirangkai pula dengan Bimbingan Teknis Antimicrobial Resistance (AMR) di Hotel CK, Rabu (26/11/2025).
Dalam forum itu, seluruh pihak dikumpulkan: pemerintah, pelaku usaha, teknis lapangan, sampai masyarakat. Tujuannya? Biar semua ikut bertanggung jawab memastikan standar pelayanan publik di bidang pengawasan obat dan makanan benar-benar mumpuni.
Seperti yang ditekankan Wawako, “Partisipasi aktif seluruh pihak, khususnya masyarakat, menjadi kunci agar standar pelayanan yang disusun benar-benar relevan serta mampu menjawab kebutuhan dan harapan masyarakat,” ujar Raja Ariza.
Kalau kata beliau, persoalan AMR ini bukan sekadar isu kecil dalam dunia medis. WHO sudah mengingatkan bahwa resistensi antimikroba adalah silent pandemic yang diam-diam mengancam keamanan kesehatan manusia, hewan, hingga lingkungan. Efeknya? Jangan ditanya. Dari sistem kesehatan bisa goyah, ekonomi juga ikut terguncang.
Beliau menegaskan lagi, “Isu resistensi antimikroba bukan hanya menjadi tanggung jawab tenaga kesehatan atau Badan POM, tetapi juga merupakan bagian dari tanggung jawab pemerintah daerah, sejalan dengan Instruksi Presiden Nomor 3 Tahun 2017 tentang Peningkatan Efektivitas Pengawasan Obat dan Makanan,” jelasnya dalam pengarahan.
Pemkot Tanjungpinang pun punya PR penting. Pemerintah daerah harus menjadi garda terdepan dalam memastikan pengawasan obat berjalan sesuai aturan. Termasuk memberi pembinaan kepada pelaku usaha, serta memastikan fasilitas kefarmasian tidak main-main dalam penggunaan obat. Karena kalau jalur distribusi obat sudah makin ngawur, yang rugi kesehatan masyarakat juga.
Raja Ariza menambahkan bahwa pengawasan ini bukan sekadar formalitas. Ia merujuk data BPOM yang menyebut, pada 2024 sekitar 70,59% apotek di Indonesia masih nekat menyerahkan antibiotik tanpa resep dokter.
Bukan angka main-main. Maka tak heran jika pemerintah kota ikut pasang kuda-kuda: memperkuat koordinasi lintas sektor, merangkul aparat penegak hukum, hingga edukasi masyarakat terkait penggunaan antibiotik secara bijak. Semua ini diselaraskan dalam pembangunan daerah dengan pendekatan One Health—karena manusia, hewan, dan lingkungan itu saling berkaitan, bro.
Tak lupa, FKP ini juga jadi ruang dialog dua arah. “Maka pelaksanaan FKP ini adalah sebagai wadah dialog partisipatif antara penyelenggara layanan publik dan masyarakat untuk membahas rancangan kebijakan, penerapan, evaluasi, serta permasalahan pelayanan publik, dan saya berharap forum ini dapat menghasilkan masukan yang konstruktif bagi Loka POM di Kota Tanjungpinang demi pelayanan publik yang semakin baik,” tutup Raja Ariza.
Setelah seremoni, agenda berlanjut ke penandatanganan berita acara oleh lima perwakilan elemen masyarakat yang terlibat dalam FKP. Diskusi dan penyampaian materi pun bergulir. Semoga forum seperti ini bukan sekadar formalitas, tapi jadi langkah nyata agar obat dan makanan yang beredar aman, sehat, dan tidak menciptakan pandemi diam-diam yang bikin dunia makin pusing.





