
KUTIPAN – Di Dabo Singkep, urusan paspor ternyata bukan cuma perkara keluar negeri untuk liburan. Kantor Imigrasi Kelas II Non TPI Dabo Singkep mencatat ada sekitar 700 permohonan sejak Januari sampai November 2025. Angka yang menunjukkan bahwa urusan keimigrasian makin akrab dengan keseharian warga Lingga. Jangan bayangkan semua pemohon ini hendak berpose di destinasi wisata mancanegara sebagian justru mengurus dokumen biru itu untuk hal yang jauh lebih mendesak, berobat ke luar negeri, terutama ke Malaysia.
Kepala Kantor Imigrasi Kelas II Non TPI Dabo Singkep, Patri La Zaiba, melalui Kepala Seksi Teknologi dan Informasi, Budi Irawan, menggambarkan situasinya. Menurutnya, porsi warga yang mengurus paspor demi menjalani pengobatan cukup mencolok.
“Yang berobat ke Malaysia lumayan banyak, ada sekitar 20 persen dari total 700 pemohon sepanjang 2025 ini,” ujar Budi saat ditemui pada 11 November 2025.
Angka ini memberi gambaran bahwa kebutuhan mobilitas warga tak hanya soal jalan-jalan, tetapi juga akses kesehatan lintas negara.
Di balik angka 700 pemohon itu, mayoritas berasal dari wilayah Singkep, disusul warga Daik yang tak mau ketinggalan urusan dokumen keimigrasian. Untuk menghindari drama ongkos transportasi dan waktu perjalanan yang bisa memakan seharian, Imigrasi Dabo Singkep tak tinggal diam.
Ada strategi layanan jemput bola yang rutin digelar ke Pulau Daik sebuah pendekatan yang secara logika memang paling manusiawi bagi warga yang tinggal jauh dari pusat pelayanan.
Program itu diberi nama Si Daing Merantau (Imigrasi Dabo Singkep Melayani Masyarakat antar Pulau). Layanannya bersifat kolektif dan dibuka pada waktu-waktu tertentu, mengikuti kebutuhan warga.
“Di beberapa kesempatan kita membuka layanan ke Daik dalam program jemput bola Si Daing Merantau. Ini untuk memudahkan masyarakat yang tinggal di pulau-pulau,” kata Budi.
Inisiatif ini sekaligus menjadi penegasan bahwa akses pelayanan publik seharusnya tak mengenal jarak laut sebagai alasan.
Menariknya, antrean tak hanya diisi warga Lingga. Ada juga pemohon yang kini berdomisili di luar daerah, seperti Batam. Meski jumlahnya tidak besar, keberadaan mereka menunjukkan bahwa hubungan administratif warga dengan kampung halamannya masih kuat. Budi menjelaskan bahwa sebagian dari pemohon luar daerah tersebut memang memiliki dokumen kependudukan Lingga.
“Untuk pemohon yang bukan warga Lingga juga ada, tapi jumlahnya kecil. Mereka berdomisili di Batam, tetapi asalnya orang Lingga dan masih memiliki KTP Lingga,” ujarnya.
Imigrasi Dabo Singkep berencana tetap menambah jangkauan layanan, terutama bagi warga yang tinggal di pulau-pulau terpencil. Pendekatan jemput bola dianggap efektif, tidak hanya dalam menghemat biaya dan waktu, tetapi juga mempertegas bahwa negara hadir sampai ke wilayah-wilayah paling pinggir.
“Kami berkomitmen memberikan layanan terbaik agar masyarakat semakin mudah mengakses pelayanan paspor, khususnya yang tinggal jauh dari pusat layanan,” kata dia.
Sebuah gagasan sederhana yang membawa dampak besar menghadirkan pelayanan yang benar-benar terasa dekat, meskipun geografis berkata sebaliknya.





