
KUTIPAN – Kalau bicara soal LPG 3 Kg, topiknya selalu menarik. Gas melon hijau ini bukan cuma jadi bahan bakar dapur, tapi juga simbol ekonomi rakyat kecil. Nah, karena perannya begitu vital, Pemerintah Kota Tanjungpinang rupanya tak ingin main-main soal pengawasannya.
Lewat Dinas Perdagangan dan Perindustrian (Disdagin), mereka menggelar Sosialisasi Pembinaan Kepatuhan LPG 3 Kg Bersubsidi Tahun 2025, Senin (3/11/2025), di Plaza Hotel, Jalan MT. Haryono Km. 3,5.
Acara ini dibuka langsung oleh Asisten Administrasi Perekonomian dan Pembangunan Setdako Tanjungpinang, Elfiani Sandri, yang mewakili Wali Kota Tanjungpinang Lis Darmansyah. Hadir juga Kepala Disdagin Riany, Anggota DPRD Sri Artha Sihombing, serta perwakilan berbagai instansi yang selama ini jadi “garda depan” urusan LPG. Pesertanya pun lengkap—mulai dari agen sampai pemilik pangkalan gas se-Kota Tanjungpinang.
Para narasumbernya juga tak main-main. Ada Ipda Christopher T. Nathael dari Polresta Tanjungpinang yang mengupas soal pengawasan pendistribusian LPG 3 Kg.
Kemudian Christina Meiwati Sinaga dari Ditjen Migas Kementerian ESDM membahas kebijakan distribusinya, dan Hanif Pradipta dari Pertamina Patra Niaga Kepri memberi “penyegaran” lewat sharing session tentang tata niaga gas bersubsidi.
Dalam laporannya, Kepala Disdagin Riany mengingatkan bahwa sosialisasi ini bukan seremoni biasa. Tujuannya memperkuat sistem pengawasan agar gas subsidi benar-benar jatuh ke tangan yang berhak dan dijual sesuai Harga Eceran Tertinggi (HET).
Ia membeberkan data terkini—ada 319 pangkalan gas LPG 3 Kg di Tanjungpinang, terbanyak di Kecamatan Tanjungpinang Timur (172 pangkalan), disusul Bukit Bestari (73), Tanjungpinang Barat (48), dan Tanjungpinang Kota (26).
“Kami mengapresiasi sebesar-besarnya kepada seluruh pangkalan gas di Kota Tanjungpinang yang telah menjual LPG 3 Kg sesuai dengan HET yang telah ditetapkan pemerintah. Kepatuhan ini mencerminkan komitmen kita bersama dalam menjaga keadilan distribusi subsidi energi,” ujar Riany.
Pernyataan itu terasa seperti napas lega di tengah kabar kelangkaan yang kadang muncul. Sebab, selama harga gas melon ini masih bisa dijaga tetap “bersubsidi untuk rakyat,” kepercayaan publik pada sistem distribusi tak akan mudah goyah.
Elfiani Sandri, yang membuka acara, memberi penegasan bernada reflektif. Baginya, LPG 3 Kg bukan cuma urusan ekonomi, tapi juga urusan moral kolektif.
“Melalui kegiatan sosialisasi ini, kami berharap terbangun pemahaman yang lebih komprehensif mengenai aturan, tanggung jawab, dan kewajiban seluruh pihak dalam sistem distribusi LPG bersubsidi,” katanya.
Ia juga menekankan pentingnya sinergi lintas lembaga agar tak ada “gas nyasar.”
“Kepatuhan dalam pendistribusian LPG bersubsidi bukan hanya tanggung jawab pemerintah semata, tetapi juga merupakan bagian dari tanggung jawab sosial dan moral kita semua untuk menjaga keberlanjutan subsidi energi bagi masyarakat,” tambah Elfiani.
Sesi akhir kegiatan diisi diskusi interaktif yang berlangsung hangat. Para peserta mulai dari pengusaha pangkalan hingga aparat berbagi pengalaman tentang “drama distribusi” di lapangan mulai dari antrean panjang, stok terbatas, sampai isu penyalahgunaan. Namun semua sepakat, kepatuhan adalah kunci agar subsidi energi tetap menyala di dapur rakyat kecil.
Di tengah kehidupan yang kadang serba mahal, gas 3 Kg ini jadi lilin kecil yang menjaga kehangatan rumah tangga. Karena itu, menjaga distribusinya bukan hanya soal aturan, tapi juga rasa keadilan.


				
				
				
				
				
				
				

		
		
		
		
		
		
		
		
