
KUTIPAN – Minggu malam 2 November 2025, di kota lama Tanjungpinang tak lagi sekadar tentang lampu jalan dan angin laut. Pada 2 November 2025, jalanan yang biasanya lengang berubah jadi lautan manusia. Ribuan warga tumpah ruah menikmati Malam Puncak Festival Kopi Merdeka, sebuah hajatan yang bukan cuma soal kopi, tapi juga soal merawat semangat hidup, hiburan rakyat, dan sedikit nostalgia.
Suasana riuh campur wangi kopi dari berbagai stan UMKM, sementara di panggung utama, barisan atraksi budaya tampil silih berganti. Ada Barongsai dan Naga yang meliuk penuh energi, Kuda Kepang dengan nuansa magisnya, Reog Ponorogo yang gagah, dan Barongan yang membuat anak-anak berdecak kagum.
Tak berhenti di situ, tiga artis ibu kota—Anna Zanet, Kania, dan Stevan Pasaribu turut mengguncang panggung dengan lagu-lagu yang membuat penonton susah duduk diam.
Festival ini bukan barang baru. Sejak dibuka pada 29 Oktober 2025, suasana Tanjungpinang sudah dipenuhi dengan aneka kegiatan: mulai dari drum corps, bazar UMKM, fashion show, sampai lomba baca puisi bertema kopi—yang entah kenapa, sebagian besar puisinya berakhir dengan kata “pahit” dan “rindu”.
Malam itu, Gubernur Kepulauan Riau Ansar Ahmad datang bersama Wakil Gubernur Nyanyang Haris Pratamura. Dengan wajah sumringah, ia menegaskan bahwa Festival Kopi Merdeka bukan lagi acara iseng-iseng, tapi sudah naik kelas menjadi salah satu kalender wisata unggulan di Provinsi Kepri.
“Alhamdulillah, tahun 2025 ini kita bisa kembali bertemu di festival yang sama. Mudah-mudahan festival ini dapat terus dilaksanakan setiap tahunnya,” kata Gubernur Ansar.
Ia tampak benar-benar menikmati atmosfernya. Dari awal hingga malam puncak, masyarakat datang tanpa surut, bahkan hingga area belakang panggung pun penuh sesak.
“Masyarakat hadir dari awal hingga akhir dan selalu ramai di setiap penampilan. Ini menunjukkan betapa festival ini dicintai warga,” ujarnya.
Gubernur Ansar juga menjelaskan bahwa Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Kemenparekraf) kini punya kalender khusus untuk tiap provinsi.
“Jika sebelumnya Kepri hanya memiliki satu event Pesona Indonesia yang diselenggarakan di Batam, kini sudah ada empat event berskala nasional, termasuk Festival Kopi Merdeka di Tanjungpinang,” jelasnya.
Ia tak sekadar bicara soal hiburan. Menurutnya, event-event budaya seperti ini adalah mesin penggerak ekonomi pariwisata—menarik wisatawan, menghidupkan ekonomi kreatif, dan menjaga identitas daerah agar tak tenggelam dalam rutinitas industri.
“Event-event ini untuk mendukung kunjungan pariwisata, baik lokal maupun internasional, ke Kepulauan Riau,” tuturnya.
Dengan optimisme yang khas pejabat tapi terdengar cukup masuk akal, Gubernur Ansar menyebut bahwa target kunjungan wisatawan mancanegara Kepri tahun ini bisa mencapai 2,1 juta.
Ia bahkan menargetkan tahun depan angka kunjungan dapat kembali menembus 2,9 juta seperti sebelum pandemi Covid-19, bahkan melampauinya hingga 3 juta wisatawan.
“Untuk itu, event-event yang bisa mendorong pariwisata ke Kepri akan terus kita dorong dan perbanyak,” tegasnya.
Di akhir sambutan, ia menyentuh sesuatu yang lebih sentimental: kehidupan kota lama Tanjungpinang. Baginya, Festival Kopi Merdeka bukan cuma panggung musik dan wangi arabika, tapi juga upaya membangkitkan kawasan bersejarah yang sempat vakum dari geliat ekonomi.
“Mari kita hidupkan kembali kota lama yang selama ini vakum,” tutupnya.
Dan benar saja, malam itu, kota lama seolah hidup kembali—penuh cahaya, tawa, dan tentu saja aroma kopi yang tak habis diseruput. Karena di Tanjungpinang, kopi bukan sekadar minuman, ia adalah simbol hangatnya kebersamaan yang selalu ingin diulang tiap tahun.


				
				
				
				
				
				
				

		
		
		
		
		
		
		
		
