
KUTIPAN – Di Kampung Boyan, Kecamatan Singkep, ada rumah yang baru merasakan nikmatnya ditemani cahaya listrik, bukan lagi mengandalkan lampu minyak yang asapnya sering bikin dinding menghitam dan paru-paru kerja lembur.
Itulah babak baru untuk dua warga lanjut usia, nenek Samsiah (82) dan nenek Sumsiah (70). Selama ini, mereka hanya bisa nebeng listrik tetangga atau berdoa supaya minyak tanahnya awet sampai pagi. Kini, gelap yang selama ini menjadi langganan setiap malam mulai tergantikan oleh terang yang lebih beradab.
Momen bersejarah ini hadir menjelang Hari Listrik Nasional (HLN) ke-80, peringatan tentang bagaimana bangsa ini dulu ngotot merebut kendali listrik dari penjajah Jepang agar hidup tak terus-terusan remang-remang.
PLN ULP Dabo Singkep ikut merayakannya dengan cara yang lebih membumi, meluncurkan program Light Up The Dream (LUTD) dan sekaligus membagikan paket sembako melalui Yayasan Baitul Maal PLN (YBM PLN). Bukan sekadar seremoni potong pita atau pidato panjang yang bikin ngantuk.
Program LUTD ini ibarat ucapan “mimpi kamu boleh terang juga, kok!” bagi masyarakat pra-sejahtera. Kalau biasanya listrik itu masuk kategori kebutuhan primer tapi tetap terasa premium, di sini PLN bilang, tenang, ini gratis, langsung dari donasi pegawai kami.
“Kami ingin memastikan setiap lapisan masyarakat bisa menikmati listrik, karena listrik bukan hanya kebutuhan, tapi juga hak setiap warga,” ujar Suheri, Manajer PLN ULP Dabo Singkep.
Tak berhenti di soal kabel dan meteran, PLN juga datang membawa paket sembako. Lagi-lagi, bukan dari kas perusahaan, tapi dari uluran hati pegawai lewat zakat, infak, dan sedekah yang disalurkan YBM PLN.
“Kami juga ingin membantu meringankan beban masyarakat sekaligus menyalurkan nilai-nilai kepedulian sosial. Listrik dan bantuan sembako ini merupakan wujud komitmen kami untuk berbagi dengan sesama,” tambah Suheri.
Lampu yang menyala di rumah nenek Samsiah dan nenek Sumsiah lebih dari sekadar alat supaya tidak tersandung ketika ke kamar mandi. Ia adalah tanda bahwa martabat warga kecil tidak boleh dibiarkan ikut gelap.
“Sebuah lampu yang menyala memancarkan lebih dari sekadar cahaya, ia memancarkan kesempatan untuk hidup yang lebih layak,” ujar Suheri.
Di balik kabel-kabel yang kini mengalirkan energi ke rumah sederhana itu, tersimpan cerita solidaritas: pegawai PLN patungan, lalu warga pra-sejahtera merasakan manfaatnya langsung.
Kini, malam mereka lebih aman, nyaman, dan tentu saja bebas drama isi ulang lampu minyak tiap malam. HLN bukan hanya nostalgia sejarah kelistrikan, tapi juga refleksi bahwa cahaya dan kepedulian sosial selalu punya ruang untuk mengubah hidup manusia menjadi lebih cerah.





