
KUTIPAN – Bioskop XXI di Tanjungpinang City Center pada Kamis (23/10/2025) mendadak terasa seperti ruang kelas besar yang disulap jadi tempat belajar tentang etika digital. Di sana, Wakil Wali Kota Tanjungpinang Raja Ariza bersama istrinya, Handayani Raja Ariza, ikut dalam kegiatan Sosialisasi Penguatan Pendidikan Karakter yang dirangkai dengan pemutaran film “Cyberbullying” garapan DL Entertainment.
Acara ini dihadiri para kepala sekolah SD dan SMP se-Kota Tanjungpinang serta Koordinator Pengawas Sekolah. Hadir pula Staf Ahli Bidang Kemasyarakatan dan SDM, Muhammad Yatim, serta perwakilan dari Dinas Pendidikan dan Dinas Kominfo. Satu bioskop penuh pejabat dan pendidik — kombinasi yang jarang, tapi kali ini semua duduk tenang menatap layar lebar, bukan notulen rapat.
Film “Cyberbullying” sendiri disutradarai Rusmin Nuryadin dan mengambil latar di Makassar. Karya ini bukan sekadar tontonan, tapi juga cermin yang menampilkan sisi gelap media sosial — dari komentar iseng yang berubah jadi luka, sampai dunia maya yang tak lagi aman bagi remaja.
Perwakilan DL Entertainment, Muhammad Rifki, menyampaikan rasa terima kasih atas kehadiran rombongan pejabat kota itu.
“Kami berterima kasih atas kehadiran Bapak Wakil Wali Kota Tanjungpinang beserta jajaran yang telah meluangkan waktu untuk menghadiri pemutaran perdana film Cyberbullying. Film ini kami hadirkan bukan hanya sebagai hiburan, tetapi juga sebagai media edukasi sosial yang mengajak masyarakat, khususnya pelajar, untuk lebih memahami dampak negatif dari perundungan digital. Melalui kegiatan nonton bareng dan diskusi edukatif seperti ini, kami ingin membangun kesadaran bersama tentang pentingnya etika dalam bermedia sosial,” ujar Rifki.
Menurut Rifki, DL Entertainment akan terus menghadirkan film dengan nilai moral dan sosial tinggi. Film “Cyberbullying”, lanjutnya, merupakan bentuk kontribusi nyata industri film nasional dalam mendukung pendidikan karakter di tengah derasnya arus teknologi.
Dan benar saja, pesan itu langsung ditangkap oleh Raja Ariza dalam sambutannya. Ia berharap film ini bisa jadi pengingat bagi semua, bahwa empati dan kepedulian harus tetap hidup, bahkan di dunia maya yang sering terasa dingin.
“Saya berharap film ini tidak hanya memberikan hiburan, tetapi juga memberi edukasi dan inspirasi bagi kita semua. Mari kita jadikan momentum ini untuk lebih peduli terhadap sesama dan berani melawan segala bentuk perundungan, khususnya di dunia digital. Katakan Tidak pada Bullying!” tegasnya.
Raja Ariza juga menegaskan bahwa pendidikan karakter bukan pelengkap kurikulum, tapi benteng moral di tengah derasnya arus teknologi. Tantangan di era digital, katanya, bukan sekadar melek teknologi, tapi juga mampu menjaga empati dan tanggung jawab sosial.
“Pendidikan karakter adalah benteng bagi generasi muda agar tidak mudah terpengaruh oleh perilaku negatif di media sosial. Kita harus membentuk anak-anak dan remaja menjadi pribadi yang kuat, peduli, dan beretika, baik di dunia nyata maupun dunia digital,” jelasnya.
Pesan itu mungkin sederhana, tapi relevan di zaman ketika jempol bisa lebih tajam dari lidah. Dunia maya memang tidak punya pagar, tapi film seperti ini, dan ajakan dari pemimpin daerah—setidaknya mengingatkan bahwa kebaikan pun bisa viral kalau diperjuangkan bersama.





