
KUTIPAN – Pemerintah tampaknya benar-benar ingin memastikan roda ekonomi rakyat tidak hanya berputar, tapi juga melaju kencang. Melalui Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, Akad Massal Kredit Usaha Rakyat (KUR) resmi diluncurkan untuk 800 ribu debitur di seluruh Indonesia. Kalau ibarat konser, ini semacam tur nasional pembiayaan rakyat: dari Surabaya hingga Dompak ikut berdendang.
Acara peluncuran dipimpin langsung oleh Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Airlangga Hartarto. Dari Surabaya, beliau memimpin acara secara daring via Zoom Meeting—simbol bahwa ekonomi digital sudah jadi bagian dari ekosistem pembiayaan masa kini.
Airlangga dalam sambutannya menegaskan target penyaluran KUR tahun 2025 mencapai Rp300 triliun, fokus pada sektor-sektor produktif dan padat karya. “Program KUR ini bukan hanya tentang pembiayaan, tetapi juga penciptaan lapangan kerja baru. Setiap usaha produktif yang dibiayai KUR rata-rata dapat menyerap 3 hingga 5 tenaga kerja baru,” ujarnya dengan nada optimistis.
Sebuah angka yang, kalau benar-benar terealisasi, bisa membuat banyak dapur rakyat kembali berasap. Menariknya, Airlangga juga membeberkan bahwa tingkat kredit macet (NPL) KUR hanya 2,28 persen, jauh lebih rendah dari kredit non-KUR yang mencapai 4,55 persen. Jadi, kalau dibandingkan, pelaku UMKM justru lebih disiplin dari sebagian korporat besar.
Pemerintah pun berjanji akan memperluas jangkauan KUR hingga ke luar Jawa, bahkan menyediakan fasilitas bagi calon pekerja migran yang butuh pembiayaan untuk pendidikan dan pelatihan. Bahasa halusnya: tidak ada lagi alasan “tidak punya modal” untuk meningkatkan skill.
Tak berhenti di situ, pemerintah juga meluncurkan Kredit Program Perumahan (KKP) dengan tambahan anggaran Rp130 triliun. Dari angka tersebut, Rp113 triliun dialokasikan untuk mendukung sektor konstruksi dan penyediaan rumah bagi masyarakat menengah ke bawah.
“Program ini diharapkan dapat mendorong kontraktor UMKM di daerah agar berperan aktif dalam pembangunan rumah rakyat, sejalan dengan target nasional penyediaan tiga juta rumah,” jelas Airlangga.
Kredit rumah dan kredit usaha, satu untuk sandang ekonomi, satu untuk papan kehidupan. Di ujung barat negeri, semangat yang sama terasa sampai ke Provinsi Kepulauan Riau. Dari Balairung Wan Seri Beni, Dompak, Wakil Gubernur Kepri Nyanyang Haris Pratamura ikut memimpin jalannya Akad Massal KUR dan KKP secara serentak bersama 38 provinsi lainnya.
Nyanyang menegaskan filosofi sederhana tapi dalam: KUR bukan sekadar utang.
“KUR bukan sekadar pembiayaan, tetapi wujud nyata kehadiran negara dalam memperkuat ekonomi rakyat. Melalui KUR, masyarakat kecil bisa naik kelas, mandiri, berdaya, dan sejahtera,” ujarnya.
Data dari Kantor Wilayah Perbendaharaan Kepri menunjukkan, hingga semester I 2025, total KUR di provinsi ini mencapai Rp793,5 miliar untuk 10.695 debitur. Dari angka itu, KUR Mikro mendominasi dengan Rp410,13 miliar untuk 9.155 debitur. Kota Batam menjadi juara penyaluran dengan Rp465,56 miliar, disusul Bintan, Karimun, hingga Lingga dan Natuna.
Sektor yang paling banyak menikmati KUR pun tak jauh-jauh dari denyut nadi ekonomi lokal: perdagangan besar dan eceran, industri pengolahan, serta jasa sosial dan kemasyarakatan. Artinya, dana KUR memang benar-benar hidup di pasar, di bengkel, di warung, dan di tangan-tangan pekerja kecil yang menggerakkan ekonomi daerah.
Namun Nyanyang tidak menutup mata terhadap kenyataan. Ia menyebut masih ada tantangan klasik seperti akses pembiayaan di wilayah kepulauan, keterbatasan SDM pendamping, hingga literasi keuangan masyarakat yang belum merata.
Untuk menjawab itu, Pemprov Kepri membuat terobosan lewat program pembiayaan nol persen bekerja sama dengan Bank Riau Kepri Syariah. Sejak 2021 hingga September 2025, sudah ada 1.667 UMKM yang menerima bantuan permodalan senilai Rp39,7 miliar.
“Kami tidak hanya menyalurkan pembiayaan, tapi juga mendorong pemberdayaan. Tahun ini berbagai pelatihan dan pendampingan usaha terus digencarkan — mulai dari pembukuan, desain produk, hingga digitalisasi pemasaran,” jelas Nyanyang.
Program ini bukan hanya tentang uang, tapi tentang perubahan cara berpikir. Bahwa usaha kecil pun layak punya laporan keuangan rapi dan branding yang keren di media sosial.
Nyanyang juga menyambut baik hadirnya Kredit Program Perumahan (KKP) yang menurutnya dapat membantu pelaku UMKM memiliki rumah layak.
“Melalui KUR dan KKP, kita tidak hanya memperkuat ekonomi, tetapi juga memperluas kesejahteraan,” tutupnya.
Acara itu diakhiri dengan penandatanganan simbolis Akad Massal KUR dan KKP di 38 provinsi. Momen ini bukan hanya soal tanda tangan di atas kertas, tapi simbol kepercayaan bahwa masa depan ekonomi rakyat masih bisa dibangun dari bawah — dari tangan-tangan pekerja kecil, bukan hanya dari menara perkantoran tinggi.
Turut hadir dalam acara tersebut Ketua DPRD Kepri H. Iman Setiawan, Forkopimda, kepala daerah se-Kepri, serta pimpinan perbankan. Satu panggung, satu semangat: membangun kesejahteraan tanpa meninggalkan siapa pun di belakang.





