
KUTIPAN – Ada yang menarik di Pulau Penyengat minggu ini. Bukan karena aroma gurih luti gendang yang menggoda wisatawan, tapi karena pulau kecil nan bersejarah itu kedatangan tamu penting, Menteri Pariwisata Widiyanti Putri Wardhana dan Kepala BPJPH Ahmad Haikal Hasan. Keduanya disambut hangat oleh Wali Kota Tanjungpinang, Lis Darmansyah, yang tampak sumringah seperti tuan rumah yang tahu tamunya datang membawa kabar baik.
Kunjungan ini bukan sekadar agenda formal. Ada misi besar di baliknya, memperkuat posisi Pulau Penyengat sebagai ikon wisata budaya dan religi yang juga ramah bagi wisatawan muslim.
Lis menegaskan bahwa pengembangan wisata di Pulau Penyengat tak boleh hanya berorientasi pada bangunan tua dan cerita sejarahnya.
“Pulau Penyengat bukan hanya warisan sejarah, tapi juga ruang hidup masyarakat yang terus berkembang. Kami ingin memastikan pengembangan wisata di sini tetap memberi manfaat langsung bagi warga,” ujar Lis.
Dalam napas yang sama, ia juga menyoroti pentingnya sertifikasi halal bagi pelaku UMKM lokal. Menurutnya, hal itu bukan cuma soal label, tapi juga soal membuka pintu rezeki yang lebih luas.
“Dengan dukungan pemerintah pusat dan provinsi, kami optimistis Pulau Penyengat akan menjadi contoh bagaimana sejarah, budaya, dan ekonomi bisa berjalan beriringan,” tambahnya.
Sementara itu, Gubernur Kepulauan Riau Ansar Ahmad tak mau ketinggalan menekankan arti strategis pariwisata bagi ekonomi daerah. Dengan gaya khas pejabat yang hafal angka, Ansar menyebut data kunjungan wisatawan yang cukup menggembirakan.
“Tahun 2019 kunjungan wisatawan mancanegara hampir 2,8 juta orang. Saat pandemi jumlahnya sempat turun drastis, tapi kini perlahan bangkit. Hingga Agustus lalu tercatat 1,27 juta kunjungan, dan kita optimis sampai akhir tahun bisa tembus dua juta,” ujarnya.
Menurut Ansar, Pulau Penyengat punya posisi istimewa dalam sejarah bangsa.
“Dari pulau inilah lahir cikal bakal bahasa Indonesia. Banyak karya monumental ditulis di sini, termasuk Gurindam 12. Karena itu Pulau Penyengat bukan hanya kebanggaan Kepri, tapi juga aset nasional,” tegasnya.
Lalu giliran Menpar Widiyanti Putri Wardhana yang angkat bicara. Ia menilai Pulau Penyengat bukan cuma tempat wisata, tapi juga laboratorium hidup yang menunjukkan bagaimana nilai budaya, sejarah, dan keislaman bisa berpadu indah.
“Pulau Penyengat mencerminkan kekayaan budaya dan nilai-nilai keislaman yang tumbuh selaras dengan ekonomi masyarakat. Ini menjadi dasar kuat bagi pengembangan wisata halal yang berkelanjutan,” ujar Menpar Widiyanti.
Ia juga mengapresiasi kerja bareng banyak pihak, BPJPH, Pemprov Kepri, Pemko Tanjungpinang, hingga warga Pulau Penyengat—yang disebutnya punya semangat gotong royong luar biasa.
“Sinergi seperti ini penting untuk memperkuat posisi Indonesia di kancah global sebagai destinasi pariwisata yang ramah muslim,” katanya.
Tak berhenti di sambutan dan foto bersama, acara ini juga punya momen simbolis: penyerahan sertifikat halal untuk 438 pelaku UMKM Pulau Penyengat. Program ini menjadi bagian dari inisiatif nasional Presiden Prabowo Subianto, yang menargetkan satu juta pelaku UMKM di seluruh Indonesia bisa mendapat sertifikat halal tanpa biaya.
Dari sana, Pulau Penyengat tak lagi sekadar tempat melahirkan karya sastra seperti Gurindam 12, tapi juga menjadi panggung baru bagi ekonomi kreatif dan pariwisata halal Indonesia.
Sebuah cerita lama yang kini ditulis ulang dengan semangat baru — kali ini lewat tangan-tangan pelaku UMKM yang percaya, bahwa sejarah bukan untuk disimpan, tapi untuk dijalankan bersama masa depan.





