
KUTIPAN – Di tengah maraknya geliat wisata halal dunia, ada kabar baik datang dari wilayah paling timur Sumatra. Provinsi Kepulauan Riau (Kepri) berhasil menempati posisi ketiga dari 15 nominasi terbaik dalam penghargaan Special Recognition Award of Muslim Friendly Destination yang digelar oleh Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Kemenparekraf) RI.
Penghargaan ini diserahkan langsung oleh Menteri Pariwisata RI, Widiyanti Putri Wardana, kepada Kepala Dinas Pariwisata Kepri, Hasan, dalam ajang Indonesia Muslim Travel Index (IMTI) 2025 yang berlangsung di Ballroom 1 Jakarta International Expo (JIExpo), Kemayoran, Jakarta, pada Kamis (9/10/2025).
Kalau dilihat dari kacamata nasional, prestasi ini bukan sekadar urusan piala dan plakat. Ia adalah bentuk pengakuan bahwa Kepri bukan cuma jago soal pesona laut birunya atau pantai yang menggoda matahari sore. Berdasarkan kajian IMTI 2025, Kepri berhasil menonjol berkat kemampuannya “menampilkan warisan Islam dan keramahan kawasan pesisir” dua hal yang selama ini memang hidup di denyut masyarakat Melayu di wilayah itu.
Selain Kepri, penghargaan serupa juga diraih oleh Kalimantan Selatan, Nusa Tenggara Barat, Sulawesi Selatan, Gorontalo, Bengkulu, DKI Jakarta, Sumatera Barat, Riau, Aceh, Jawa Timur, dan Jawa Tengah. Nama-nama provinsi itu mewakili semangat bahwa wisata halal tak lagi sebatas label, melainkan cermin budaya dan keseharian masyarakatnya.
Kajian IMTI 2025 sendiri diumumkan dalam gelaran The 7th International Halal Tourism Summit (IHTS) yang berkolaborasi dengan The 12th Indonesia Sharia Economic Festival (ISEF) dua agenda besar yang diselenggarakan oleh Bank Indonesia bersama Kemenparekraf RI. Tujuannya sederhana tapi strategis, mempercepat pengembangan ekonomi dan keuangan syariah nasional, agar Indonesia tak hanya besar secara demografis, tapi juga tangguh secara spiritual dan ekonomi.
Tahun ini, ISEF mengusung tema “Sinergi Ekonomi dan Keuangan Syariah Memperkuat Kemandirian Ekonomi dan Pertumbuhan Ekonomi Inklusif.” Tema yang terdengar serius, tapi sejatinya punya makna yang dekat dengan kehidupan sehari-hari: gotong royong antar sektor demi kesejahteraan bersama.
Dalam sambutannya, Menpar Widiyanti Putri Wardana menekankan pentingnya kolaborasi lintas sektor untuk memperkuat ekosistem pariwisata ramah Muslim di Indonesia.
“Kolaborasi dan dukungan diperlukan dari berbagai pihak. Mulai dari tindakan bersama hingga kolaborasi industri, asosiasi, dan sektor swasta yang menjadi kunci menjamin kualitas dan konsistensi penerapan standar yang jelas,” ujar Menpar.
Ia juga mengingatkan agar semangat wisata halal tak berhenti di papan penghargaan.
“Baik dalam hal menyelaraskan dalam menetapkan standar, berbagi praktik terbaik, serta memperluas promosi,” tambahnya.
Widiyanti pun menegaskan bahwa pariwisata ramah Muslim seharusnya berakar pada partisipasi ekonomi yang inklusif, bukan sekadar tren promosi. Karena pada akhirnya, yang disebut wisata ramah bukan hanya soal tempat ibadah di bandara atau makanan halal di hotel, tapi juga tentang bagaimana masyarakat lokal ikut menikmati hasilnya.
Dengan begitu, penghargaan ini bukan sekadar tepukan di bahu Kepri, melainkan penanda bahwa keramahan, budaya pesisir, dan nilai Islam yang hidup di tanah Melayu itu sedang mendapatkan panggung nasionalnya.





