
KUTIPAN – Di zaman ketika segalanya bisa dijelaskan lewat algoritma, rupanya masih ada sekelompok orang yang percaya bahwa mengenal sejarah tak harus kaku dan berdebu. Itulah semangat yang diusung Badan Pelestarian Kebudayaan (BPK) Wilayah IV Riau–Kepri saat menggelar kegiatan “Kembara Warisan Budaya: Susur Sungai Carang dan Pulau Penyengat” di Hotel Alltrue, Tanjungpinang, Selasa (7/10/2025).
Selama tiga hari, 7–9 Oktober, para peserta yang terdiri dari mahasiswa, influencer, konten kreator, Basarnas, Dewan Kesenian, dan Diskominfo Kota Tanjungpinang diajak melakukan perjalanan menyusuri jejak peradaban Melayu di dua lokasi penting, Sungai Carang dan Pulau Penyengat.
Temanya pun cukup menggoda, “Temukan Warisan, Ciptakan Cerita.” Karena, memang siapa bilang sejarah tak bisa diceritakan ulang dengan gaya masa kini?
Menurut Kepala BPK Wilayah IV Riau–Kepri, Jumhari, kegiatan ini bukan sekadar jalan-jalan di atas perahu atau selfie di depan Masjid Sultan Riau.
“Kembara Warisan Budaya bukan sekadar perjalanan wisata, tetapi cara mengenali kembali sejarah dan peradaban Melayu yang pernah berjaya di wilayah ini. Kami ingin generasi muda bisa melihat, merasakan, dan kemudian menceritakan ulang warisan budaya dengan gaya mereka sendiri,” ujarnya.
Di balik kata-kata itu, ada pesan sederhana, kebanggaan terhadap identitas tak lahir dari hafalan, tapi dari pengalaman. Karena itu, Jumhari berharap kegiatan ini mampu menumbuhkan kecintaan pada warisan budaya lokal. Melalui kreativitas dan media digital, katanya, nilai-nilai budaya bisa disampaikan dengan cara yang segar dan akrab bagi publik.
Sementara itu, Plt. Kabid Adat Tradisi, Nilai Budaya, dan Kesenian Disbudpar Tanjungpinang, Heri Susanto, yang mewakili Kepala Dinas M. Nazri, menilai kegiatan ini sebagai langkah nyata memperkuat pelestarian budaya.
“Budaya dan sejarah harus dirasakan dan ditelusuri. Kegiatan seperti ini memberi ruang bagi anak muda untuk ikut menjaga dan mempromosikan warisan daerah dengan cara yang kreatif,” ujarnya.
Dalam acara pembukaan, Kepala Dinas Kebudayaan Provinsi Kepulauan Riau, Juramadi Esram, menyisipkan kabar yang cukup menggembirakan: tahun ini Kepri kembali mengajukan 14 Warisan Budaya Takbenda (WBTb) ke tingkat nasional.
“Tiga di antaranya berasal dari Tanjungpinang, yakni aqiqah, astakonah, dan upacara pijak tanah,” ungkapnya.
Jika semua disetujui, jumlah WBTb Kepri akan meningkat menjadi 103 dari total 89 yang sudah diakui. Sebuah prestasi yang menunjukkan betapa kaya dan hidupnya tradisi di provinsi kepulauan ini.
“Kami berharap semuanya bisa lolos,” tambah Juramadi.
Namun Juramadi juga sadar, zaman sudah berubah. Promosi budaya kini tak cukup lewat seminar atau pameran. Dunia digital menuntut cara baru bercerita.
“Sekarang zamannya digital. Ketika warganet ikut bercerita tentang budaya, dampaknya bisa jauh lebih luas,” katanya dengan yakin.
Kegiatan seperti Kembara Warisan Budaya membuktikan bahwa mengenalkan sejarah tak melulu lewat buku teks atau museum yang sunyi.
Kadang, cukup dengan perjalanan ringan di atas sungai, kamera di tangan, dan semangat muda yang tak pernah diam. Karena pada akhirnya, warisan budaya bukan sekadar untuk dikenang—melainkan untuk terus diceritakan dengan cara yang hidup.