
KUTIPAN – Kalau Anda pernah datang ke Posyandu kampung dan bertemu ibu-ibu yang sambil menggendong balita masih sempat ngurus timbangan dan buku KMS, maka Anda akan mengerti betapa sunyinya kerja para kader kesehatan. Tak ada gaji tetap, tak ada tepuk tangan rutin, tapi kerja mereka menyala. Terus.
Dan di hari Selasa yang cerah tanggal 15 Juli 2025, senyum itu akhirnya menyapa mereka. Di Nagoya City Walk, Batam, para kader Posyandu dan Kelurahan Siaga berkumpul. Bukan untuk mencatat berat badan balita atau mengingatkan ibu-ibu soal imunisasi, tapi untuk menerima secuil bentuk penghargaan yang mungkin tak sebanding dengan dedikasi mereka: insentif.
Yang hadir menyambut mereka bukan hanya pejabat dengan berkas dan protokol, tapi Hj. Erlita Sari Amsakar, Ketua TP PKK Kota Batam sekaligus Ketua Tim Pembina Posyandu. Ia hadir tak sekadar memberikan, tapi menemani. Ia datang tak hanya menyapa, tapi merangkul.
“Saya selalu terharu melihat pengabdian ibu-ibu kader. Mereka turun langsung memantau tumbuh kembang balita, mendampingi ibu hamil, memberi edukasi keluarga. Kerja mereka sunyi, tapi dampaknya luar biasa bagi masa depan anak-anak kita,” tutur Erlita, dengan mata yang jernih menahan haru.
Ia tak duduk diam di kursi undangan. Ia turun ke barisan ibu-ibu, menyalami satu per satu. Memeluk yang ingin dipeluk, menyapa yang ingin disapa. Tak ada jarak antara istri wali kota dengan para kader yang selama ini berjuang di akar rumput.
Karena bagi Hj. Erlita, para kader ini bukan sekadar relawan. Mereka adalah sahabat perjuangan. Mitra membangun Batam yang lebih sehat, lebih tangguh, dan lebih peduli pada generasi masa depan.
Kader Posyandu tak ubahnya garda depan yang sering terlupakan. Saat anak-anak kita sehat, orang-orang berterima kasih pada rumah sakit. Tapi sebelum mereka masuk ruang IGD, ada kader di belakang gang yang sudah mencatat berat badannya sejak umur 3 bulan.
Hj. Erlita tahu itu.
Ia tahu bagaimana para kader tetap turun ke lapangan meski punya rumah tangga yang harus diurus. Ia tahu bagaimana ada yang tetap berjalan kaki setelah antar anak sekolah, menyusuri gang sempit demi mengingatkan ibu-ibu untuk datang ke Posyandu. Ia tahu bahwa mereka sering menjadi penyalur informasi pertama soal gizi, imunisasi, bahkan pencegahan stunting.
Masih segar di ingatan kita betapa riuh dan kalutnya masa pandemi. Tapi di tengah kepanikan, para kader ini tak bersembunyi. Mereka justru menjadi pionir sosialisasi protokol kesehatan.
Merekalah yang mengetuk pintu rumah-rumah, membagikan masker, membujuk warga untuk tidak percaya hoaks, dan bahkan menyalurkan bantuan bahan pokok dari pemerintah. Di saat petugas medis sibuk di rumah sakit, kader-kader ini menjaga ketenangan di lingkungan paling dasar: rumah dan keluarga.
Siang itu di Nagoya City Walk, bukan hanya uang insentif yang dibawa pulang para kader. Mereka juga membawa semangat. Mereka membawa perasaan dihargai, dan mungkin itu yang lebih penting daripada nominal.
Banyak dari mereka yang antusias berfoto bersama Hj. Erlita. Bukan karena selebritas, tapi karena kedekatan. Karena selama ini, mereka merasa diperjuangkan. Dihargai.
“Dari tangan ibu-ibu kader inilah kita membentuk masa depan. Mari kita jaga semangat dan kekompakan, karena apa yang kita lakukan hari ini akan menentukan kualitas generasi Batam ke depan,” ujar Hj. Erlita.
Tidak semua pekerjaan harus bersuara. Beberapa cukup terasa di hati. Begitulah kerja kader Posyandu: tak berbising, tapi berdampak. Dan di hari itu, mereka mendapat pengakuan yang sepadan. Mungkin bukan dari publik secara luas, tapi dari seorang pemimpin yang tahu persis bagaimana kerja mereka menyentuh masa depan.
Karena terkadang, yang dibutuhkan hanyalah satu pelukan, satu senyuman, dan satu pengakuan bahwa kerja-kerja sunyi itu tak sia-sia.
Laporan: Yuyun | Editor: Fikri Artikel ini merupakan rilis/laporan wartawan yang telah dikemas ulang dengan gaya penulisan Kutipan, tanpa mengurangi substansi informasi.