
Di dunia yang serba digital ini, yang viral itu biasanya soal selebgram, gosip mantan, atau mie instan rasa kopi. Tapi, siapa sangka, di Desa Resang, Kabupaten Lingga, yang jadi pembahasan serius bukan hal itu. Bukan juga wacana pindah IKN atau harga rokok naik. Tapi⦠mesin olahan kelapa.
Iya, betul. Mesin. Olahan. Kelapa.
Jangan salah, ini bukan mesin buat ngejus kelapa muda pakai es batu yang biasa dijual abang-abang di pinggir jalan. Ini mesin beneran, yang bentuknya gede, dan dulu sempat jadi penghuni setia gudang Sentra IKM Kelapa. Sekarang, setelah sekian purnama hanya menjadi latar foto saat kunjungan dinas, akhirnya si mesin ini dapat panggilan tugas.
Lewat rapat super resmi yang dipimpin Asisten II Bidang Ekonomi dan Pembangunan, Zainal Abidin, Pemerintah Daerah Lingga bahas Nota Kesepahaman Bersama dan Perjanjian Kerja Sama untuk pemanfaatan aset daerah. Singkatnya: mesin yang mangkrak bakal dipakai beneran.
Ceritanya, ini bagian dari strategi pemda untuk ngasih nilai tambah ke masyarakat. Biar masyarakat, khususnya pelaku IKM di sektor kelapa, nggak cuma dapat janji manis dan stiker program pemerintah, tapi juga benar-benar bisa produksi barang dari kelapa bukan cuma konsumsi janji dari rapat.
Kalau biasanya kita dengar āmesin uangā, ini agak beda: āmesin kelapaā. Tapi tujuannya kurang lebih sama mendatangkan duit. Bedanya, kalau mesin uang itu kadang jalan lewat investasi bodong, kalau ini (semoga) lewat kerja sama yang sah menurut hukum, diawasi Inspektorat, dan ada dokumen NKB-PKS-nya. Lengkap, kan?
Lucunya, selama ini mesin-mesin produksi kelapa itu lebih sering jadi bukti proyek sudah selesai ketimbang alat produksi yang benar-benar dipakai. Kalau boleh jujur, ada banyak aset daerah yang nasibnya lebih tragis dari mantan gebetan yang tiba-tiba nikah: dibeli, ditaruh, terus dilupakan.

Tapi kali ini beda. Katanya, mesin dan bangunan di Sentra IKM Kelapa Desa Resang bakal dihidupkan lagi. Dibikin jadi pusat kegiatan ekonomi lokal. Bisa jadi, ini semacam ācomebackā paling ditunggu-tunggu dalam dunia permesinan daerah.
Yang menarik, rapat ini nggak cuma formalitas. Hadir juga perwakilan dari dinas-dinas strategis: Dinas Perindagkop UKM, Inspektorat, Kabag Hukum, dan tentu saja para undangan yang biasanya datang demi tanda tangan absen dan kotak snack.
Kalau semua pihak serius, ini bisa jadi model pengelolaan aset daerah yang manusiawi. Bayangkan, kalau kelapa bisa jadi sabun, minyak goreng, briket, bahkan kosmetik, masyarakat bisa naik kelas dari penjual kopra ke pengusaha lokal. Dari tukang parut kelapa jadi CEO Kelapa Corp.
Tapi ya itu, harus ada pengawasan beneran, bukan pengawasan modal numpang lewat dan absen. Aset daerah harusnya bukan sekadar āhabis anggaran terserapā, tapi benar-benar dimanfaatkan sampai menghasilkan.
Dalam dunia birokrasi, rapat adalah segalanya. Ada rapat mingguan, bulanan, rapat mendadak, rapat pembahasan rapat, bahkan rapat evaluasi dari rapat sebelumnya. Tapi rapat soal NKB dan PKS ini kalau benar-benar diimplementasikan bisa jadi langka: rapat yang hasilnya nyata.
Bayangkan betapa bahagianya masyarakat Desa Resang kalau akhirnya bisa melihat bangunan Sentra IKM hidup, mesin nyala, dan aroma olahan kelapa menyambut tiap pagi. Bukan lagi jadi bangunan yang cuma berdebu dan dihuni semut rangrang.
Dan kalau program ini berhasil, bolehlah ditiru daerah lain. Mesin kelapa dihidupkan, masyarakat ikut makmur. Kelapa tak lagi sekadar jatuh dari pohon, tapi naik kelas jadi penyambung hidup banyak orang.
Penulis: Fikri
Disclaimer: Tulisan ini merupakan kiriman dari penulis atau pembaca Kutipan. Isi tulisan sepenuhnya menjadi tanggung jawab penulis. Kutipan telah menyunting seperlunya agar sesuai dengan gaya khas media.