
KUTIPAN – RSUD KHZ Musthafa kembali menjadi sorotan publik setelah terungkap bahwa rumah sakit tersebut mengalami kekurangan pasokan darah yang cukup kritis. Hal ini berdampak langsung pada sejumlah pasien yang membutuhkan transfusi darah untuk menyelamatkan nyawa mereka, dan memaksa mereka mencari alternatif melalui calo darah. Dalam kondisi darurat seperti ini, harga darah yang ditawarkan oleh oknum calo bahkan melonjak hingga Rp350.000 per kantong, jauh melebihi harga normal.
Salah satu kasus yang mencuri perhatian datang dari seorang suami berinisial IH, yang terpaksa membeli dua kantong darah melalui calo pada saat istrinya menjalani operasi akibat kehamilan ektopik.
“Istri saya membutuhkan dua kantong darah pada saat operasi, namun di Bank Darah RSUD tidak ada stoknya. Terpaksa saya membeli melalui salah satu calo di ruang lingkup RSUD yang menawarkan harga Rp350.000 per kantong. Saya harus mengeluarkan Rp700.000 hanya untuk dua kantong darah karena keadaan darurat saat itu,” ujar IH dengan nada penuh keprihatinan.
Pernyataan tersebut menggambarkan betapa beratnya beban yang ditanggung keluarga pasien dalam menghadapi situasi kritis yang mengharuskan mereka mengeluarkan uang jauh di luar kemampuan demi mendapatkan darah yang dibutuhkan. Hal ini semakin memperburuk keprihatinan masyarakat terkait kekurangan pasokan darah yang mengarah pada lonjakan harga darah akibat oknum yang tidak bertanggung jawab.
Banyak pihak kini mendesak agar RSUD KHZ Musthafa dan pihak terkait segera mengambil langkah nyata untuk menangani masalah ini, mulai dari mengintensifkan kampanye donor darah secara nasional hingga menindak tegas oknum calo yang beroperasi secara ilegal.
Dadan Jaenudin, seorang aktivis sosial dan tokoh penggiat layanan publik di Tasikmalaya, mengungkapkan kekesalannya terkait kejadian yang terjadi pada Jumat dini hari, 6 Juni 2025. Saat itu, seorang pasien yang tengah menjalani operasi darurat tidak mendapatkan darah dari fasilitas resmi rumah sakit.
“Pada pukul 00.29 WIB, keluarga pasien diberitahu bahwa istrinya membutuhkan dua kantong darah. Namun, ketika dikonfirmasi ke Bank Darah RSUD KHZ, darah yang diperlukan tidak tersedia. Dalam keadaan darurat seperti itu, keluarga pasien terpaksa membeli darah dari calo di sekitar rumah sakit,” kata Dadan menjelaskan.
Ia menilai, masalah ini bukan hanya soal pelayanan yang buruk, tetapi juga mengindikasikan adanya masalah sistemik yang lebih besar.
“Kenapa bank darah yang sudah memiliki fasilitas besar tidak bisa menyediakan darah untuk pasien darurat? Mengapa ada orang luar yang bisa dengan cepat mendatangkan darah dan menjualnya di sekitar rumah sakit?” ungkap Dadan dengan kecewa.
Dadan juga menyindir lemahnya sinergi antara RSUD KHZ Musthafa dan lembaga donor resmi seperti PMI Kabupaten Tasikmalaya.
“PMI di Cigalontang seharusnya diaktifkan kembali. Jangan sampai anggaran besar yang dikucurkan untuk rumah sakit tidak memberikan dampak nyata pada masyarakat yang membutuhkan pelayanan terbaik,” tambahnya.
Sementara itu, Kepala Bagian Tata Usaha RSUD KHZ Musthafa, Indra, saat dikonfirmasi menjelaskan masalah kekurangan darah.
“Penyediaan darah di RSUD KHZ Musthafa masih tergantung pada PMI, dan kami tidak bisa memproduksi darah sendiri. Darah hanya bisa berasal dari pendonor, dan terkadang stok darah yang ada tidak sesuai dengan kebutuhan pasien. Kami rutin mengadakan donor darah setiap tiga bulan untuk membantu memenuhinya,” ungkap Indra melalui pesan singkat pada 10 Juni 2025.
Indra juga menyarankan keluarga pasien untuk menyediakan pendonor darah sendiri ketika stok darah di PMI habis, agar lebih cepat mendapatkan darah yang dibutuhkan.
“Jika stok darah di PMI habis, keluarga bisa mencari pendonor darah sendiri dan mengurus pengantaran darah ke RSUD melalui PMI,” tambahnya.
Krisis pasokan darah di RSUD KHZ Musthafa ini kembali menggugah pentingnya partisipasi aktif dari masyarakat dalam program donor darah. Di tengah situasi darurat yang dapat mengancam nyawa, upaya bersama dari rumah sakit, pemerintah, dan aparat penegak hukum menjadi sangat penting untuk mengembalikan kepercayaan publik serta memastikan ketersediaan darah yang aman bagi pasien yang membutuhkan. Diharapkan, sinergi yang lebih baik antara semua pihak dapat segera mengatasi kekurangan darah dan menekan praktik ilegal yang merugikan pasien.
Laporan: Chandra Editor: Dito