
KUTIPAN – Minggu dini hari, Jakarta Timur hampir saja berubah jadi panggung gladiator gladiatoran anak muda. Untungnya, langkah cepat Tim Patroli Perintis Presisi (3P) Polda Metro Jaya mencegah kekacauan itu berkembang jadi tragedi.
Patroli yang dikomandoi langsung Dirsamapta Polda Metro Jaya, Kombes Pol Yully Kurniawan, bersama Kompol Daru Wibowo Saputro dan Iptu Ranto ini sudah bergerak sejak pukul 00.30 WIB. Mereka membawa 27 personel campuran Polki, Polwan, Patko, plus Unit K9. Singkatnya, pasukan lengkap, siap menyisir titik-titik rawan.
Sekitar pukul 03.15 WIB, patroli mendapati gerombolan remaja yang mencurigakan di kawasan Jalan Tanah Merdeka. Bukannya pulang tidur, sekelompok anak muda ini malah tampak siap-siap adu jotos. Polisi langsung bertindak. Setelah diusut sampai Jalan Tanah Merdeka X, para calon gladiator ini berhasil diamankan dan dikawal ke Polsek Ciracas.
Belum habis lelah, pukul 04.29 WIB di Jalan Raya Kalibata, skenario serupa hampir terulang. Lagi-lagi, kawanan pemuda dengan niat tawuran ketahuan. Polisi kembali bertindak cepat: membubarkan, memeriksa, dan mengamankan mereka untuk diserahkan ke Polsek Kramat Jati.
Dari dua lokasi itu, polisi mengamankan 13 handphone, 6 sepeda motor, dan 2 bilah celurit. Ya, celurit. Bukan pensil atau kitab suci, tapi senjata tajam yang dalam skenario buruk bisa memakan korban.
Kombes Pol Yully Kurniawan menegaskan bahwa patroli ini bukan sekadar formalitas, tapi perintah langsung dari Kapolda Metro Jaya. “Kami tidak akan mentolerir segala bentuk kekerasan di ruang publik, terlebih yang melibatkan anak-anak muda. Jakarta tidak boleh menjadi ladang aksi brutal yang membahayakan keselamatan warga. Polda Metro Jaya akan terus hadir dan bersikap tegas,” katanya lantang.
Langkah ini tak sekadar represif. Polda Metro Jaya juga mengedepankan pendekatan preventif: memperbanyak patroli, membangun komunikasi dengan warga, hingga menghidupkan kembali sentra-sentra keamanan masyarakat.
Namun, persoalan tidak selesai hanya dengan patroli. Ada tugas besar di pundak orang tua. Kombes Pol Ade Ary Syam Indradi, Kabidhumas Polda Metro Jaya, mengingatkan bahwa pengawasan keluarga adalah kunci mencegah anak-anak terjerumus.
“Kita tidak bisa biarkan ini menjadi rutinitas akhir pekan. Aksi tawuran ini bukan hanya melanggar hukum, tapi juga merusak masa depan generasi muda. Kami minta para orang tua untuk lebih peduli, lebih awas terhadap aktivitas anak-anaknya,” tegas Ade Ary.
Aksi polisi patut diapresiasi. Namun, seperti kata Kombes Yuli, ini bukan semata urusan aparat. “Kami hadir bukan untuk menakuti, tapi untuk menjaga. Mari bersama kita ciptakan ruang publik yang aman, damai, dan terbebas dari kekerasan,” katanya.
Tawuran memang selalu menawarkan ilusi adrenalin dan solidaritas sesaat. Tapi ujung-ujungnya, lebih banyak air mata daripada kebanggaan. Daripada sok jagoan di jalanan, lebih baik anak-anak muda ini difasilitasi bakatnya di lapangan futsal atau ruang seni. Jakarta tidak butuh gladiator jalanan. Yang dibutuhkan Jakarta hari ini adalah generasi muda yang bisa membanggakan, bukan membahayakan.
Editor: Fikri Artikel ini merupakan rilis/laporan wartawan yang telah dikemas ulang dengan gaya penulisan Kutipan, tanpa mengurangi substansi informasi.
Untuk informasi beragam lainnya, ikuti kami di medsos: