
KUTIPAN – Direktorat Reserse Kriminal Umum (Ditreskrimum) Polda Jawa Tengah berhasil mengungkap kasus tindak pidana perdagangan orang (TPPO) yang menimpa puluhan warga Brebes. Mereka dijanjikan pekerjaan dengan gaji besar di Jepang, namun kenyataannya, meskipun sudah menyetor uang, para korban tidak diberangkatkan.
Dalam gelar perkara yang digelar di lobi Ditreskrimum Polda Jawa Tengah pada Rabu (19/2/2025), Direktur Reserse Kriminal Umum Polda Jawa Tengah Kombes Pol Dwi Subagio menyampaikan bahwa pihaknya berhasil menggagalkan pengiriman calon pekerja migran Indonesia setelah menerima laporan dari para korban.
“Korban telah membayar sejumlah uang dengan janji akan diberangkatkan ke Jepang. Namun, sejak tahun 2023 hingga Desember 2024, korban tidak diberangkatkan,” ujar Kombes Pol Dwi Subagio.
Salah satu korban, Abdul Rohman, mengungkapkan bahwa dirinya telah membayar uang muka sebesar Rp 22,5 juta dari total Rp 45 juta untuk bekerja di sektor pertanian di Jepang. Beberapa korban lainnya bahkan harus menjaminkan sertifikat tanah atau rumah mereka kepada tersangka yang berinisial S, yang merupakan direktur PT RAB di Brebes.
Namun, dalam proses penyelidikan, diketahui bahwa PT RAB tidak memiliki Surat Izin Perusahaan Penempatan Pekerja Migran Indonesia (SIP3MI), yang seharusnya dimiliki oleh setiap perusahaan yang mengirimkan pekerja migran.
“Tersangka merekrut korban melalui media sosial dengan menawarkan pekerjaan yang menggiurkan. Namun, PT RAB tidak bisa menunjukkan adanya perjanjian resmi dengan negara tujuan dan tidak memiliki izin untuk mengirim pekerja migran,” jelas Kombes Pol Dwi Subagio.
Penyelidikan lebih lanjut mengungkapkan bahwa PT RAB sebelumnya telah memberangkatkan 32 anak buah kapal (ABK) ke Taiwan, sementara 55 ABK lainnya belum diberangkatkan. Kerugian yang dialami 20 korban yang gagal berangkat ke Jepang diperkirakan mencapai Rp 450 juta, belum termasuk tiga sertifikat rumah yang diserahkan sebagai jaminan.
Kepala Balai Pelayanan Pelindungan Pekerja Migran Indonesia (BP3MI) Jawa Tengah, Pujiono, menegaskan pentingnya izin resmi untuk setiap penyalur pekerja migran Indonesia.
“Kami akan terus melakukan pembinaan dan pengawasan, bekerja sama dengan Polda Jawa Tengah,” ujar Pujiono.
Atas perbuatannya, tersangka dijerat dengan Pasal 10 Undang-Undang tentang Pemberantasan TPPO dengan ancaman hukuman paling singkat tiga tahun dan paling lama 15 tahun. Selain itu, tersangka juga dijerat dengan Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2017 tentang Perlindungan Pekerja Migran Indonesia, serta Pasal 86 dan Pasal 378 KUHP.