KUTIPAN – Batam – Aksi protes warga Perumahan Putra Jaya, Sagulung, terhadap Badan Pengusahaan (BP) Batam terkait krisis air yang terjadi pada Rabu (18/9/2024), berujung pada insiden pemblokiran jalan dan sweeping ke sejumlah perusahaan galangan kapal di Tanjung Uncang. Ombudsman Republik Indonesia (RI) Perwakilan Kepulauan Riau (Kepri) pun menyesalkan tindakan tersebut yang telah mengganggu aktivitas masyarakat dan dunia usaha.
Aksi pemblokiran ini mengakibatkan ribuan pekerja, mayoritas karyawan galangan kapal, terlambat masuk kerja karena akses jalan yang ditutup. Kepala Perwakilan Ombudsman RI Kepri, Dr. Lagat Siadari, menegaskan bahwa tindakan tersebut tergolong Perbuatan Melanggar Hukum (PMH).
“Kejadian ini sangat disesalkan. Pemblokiran jalan menuju perusahaan serta sweeping ke dalam perusahaan tidak dapat dibenarkan dan merupakan Perbuatan Melanggar Hukum (PMH),” ujar Lagat saat ditemui di Kantor Perwakilan Ombudsman RI Kepri, Kamis (19/9/2024).
Menurut Lagat, PMH adalah perbuatan melawan hukum yang melanggar hak orang lain, melanggar asas-asas umum, serta melanggar nilai kesusilaan. Selain itu, dampak yang ditimbulkan dari pemblokiran jalan tersebut tidak hanya dirasakan oleh perusahaan dan karyawan, tetapi juga masyarakat yang menggunakan jalan untuk aktivitas harian mereka.
“Akibat pemblokiran ini, karyawan dan perusahaan tentu mengalami kerugian. Masyarakat lain yang tidak terlibat dalam aksi juga dirugikan karena mereka tidak dapat menggunakan akses jalan tersebut. Ini memenuhi unsur pidana, di mana ada kepentingan umum dan individu yang dilanggar,” tambahnya.
Ironisnya, warga yang melakukan protes juga melakukan sweeping ke dalam perusahaan-perusahaan galangan kapal, memaksa karyawan yang sedang bekerja untuk menghentikan aktivitas mereka. Tindakan tersebut memicu kericuhan di beberapa perusahaan hingga terjadi baku hantam antara warga dan pihak keamanan. Untuk menghindari kerusakan yang lebih besar, perusahaan terpaksa menghentikan kegiatan operasionalnya.
“Masyarakat tidak boleh bertindak sewenang-wenang. Sweeping ke perusahaan merupakan tindakan yang sangat tidak dibenarkan. Ini jelas melanggar hukum,” tegas Lagat.
Ombudsman Kepri telah berkoordinasi dengan Polda Kepri untuk mengambil langkah tegas terhadap para pelaku pemblokiran jalan dan sweeping ini. Lagat menduga adanya provokator yang mendorong warga melakukan tindakan anarkis tersebut.
“Kita akan minta pihak kepolisian untuk segera bertindak tegas. Pasti ada yang memprovokasi warga sehingga terjadi sweeping dan kekacauan ini. Jangan sampai kejadian seperti ini terulang lagi,” jelasnya.
Lebih lanjut, Lagat menyampaikan kekhawatirannya terhadap dampak insiden ini terhadap citra Batam sebagai tujuan investasi. Menurutnya, jika situasi ini terus berlanjut, maka akan berdampak pada kepercayaan investor untuk menanamkan modal di Batam.
“Kalau citra Batam menjadi buruk di mata investor karena aksi-aksi seperti ini, tentu kerugiannya tidak hanya dirasakan oleh warga Batam, tapi juga negara. Pendapatan negara bisa menurun karena hilangnya potensi investasi,” kata Lagat.
Meski demikian, Lagat juga menunjukkan empati terhadap keluhan warga terkait buruknya pelayanan air oleh BP Batam melalui operatornya, SPAM Batam. Ombudsman memahami keresahan warga yang mengalami kesulitan mendapatkan air bersih, namun ia menekankan bahwa aksi protes harus dilakukan sesuai aturan hukum.
“Kami memahami keresahan warga yang kesulitan mendapatkan air, namun dalam melakukan unjuk rasa, warga harus tetap patuh pada hukum. Jangan sampai tindakan protes berubah menjadi anarkis dan melanggar hukum,” ucapnya.
Ia menutup dengan menegaskan bahwa unjuk rasa merupakan hak warga, namun harus dilakukan secara tertib dan sesuai ketentuan yang berlaku. “Pemblokiran jalan dan sweeping paksa adalah pelanggaran hukum yang tidak dapat dibenarkan,” pungkas Lagat.