KUTIPAN – Kejaksaan Negeri Natuna resmi menetapkan tersangka A dalam kasus tindak pidana korupsi pada pengelolaan keuangan Perusda Kabupaten Natuna tahun 2018, tahun 2019, dan tahun 2020.
Penahanan tersebut berdasarkan surat perintah penahanan (tingkat penyidikan) Kepala Kejaksaan Negeri Natuna Nomor: Print-01/L.10.13/Fd/06/2024 tanggal 07 Juni 2024.
Alasan penahanan tersangka A subjektif pasal 21 KUHAP dikhawatirkan tersangka melarikan diri, menghilangkan barang bukti dan mengulangi tindak pidana.
Tampak tersangka A menggunakan baju tahanan Jaksa keluar dari ruangan dengan tangan diborgol menaiki mobil tahanan.
Kepada sejumlah wartawan, Kasi Intel Kejaksaan Negeri Natuna, Tulus Yunus Abadi didampingi Kasi Tindak Pidana Khusus (Kasi Pidsus) Deny mengatakan, peran tersangka A bersama-sama dengan terpidana inisial R yang sebelumnya telah diputus melalui putusan pengadilan tindak pidana korupsi di Tanjungpinang.
“Kasus ini bermula di tahun 2018, dimana perusda menerima anggaran operasional sebesar Rp. 774.446.940”, ujar Tulus.
Saat itu, kata Tulus, terpidana R diangkat menjadi PLT direktur pada tanggal 11 Juli 2018 melakukan revisi Rancangan Kegiatan Anggaran Perusahaan (RKAP) dengan menetapkan kegiatan investasi bidang perikanan (Kapal Bagan) dan kerjasama penyertaan modal dengan pihak ketiga (Perbengkelan dan Sofa Jok).
Kemudian selanjutnya terpidana R melakukan delapan pengelolaan keuangan perusahaan daerah yang tidak sesuai dengan ketentuan.
“Bahwa revisi RKAP tersebut merupakan inisiatif tersangka A untuk memasukkan investasi bidang perikanan tanpa melakukan kajian dan studi kelayakan terhadap investasi tersebut (Feasibility Study)”, tambahnya.
Investasi bidang perikanan tersebut menurut Tulus, adalah penyewaan kapal bagan dikerjasamakan dengan adik tersangka A sendiri. Dimana penentuan harga hanya kesepakatan antara terpidana R dengan tersangka A dan adiknya tersangka.
“Ada juga untuk biaya perawatan tahun 2018 dan tahun 2019 yang dikeluarkan perusahaan tetapi keuntungan penyewaan kapal lebih sedikit, apalagi sesungguhnya kapal tersebut sebenarnya adalah milik tersangka A itu sendiri”, jelas Tulus.
Untuk mebel Jok Sofa, lanjut Tulus, tersangka A mengenalkan seseorang inisial V kepada terpidana R, disewakan usaha tersebut menguntungkan sehingga dikelola kerjasama tanggal 16 Agustus 2018 dengan penyertaan modal, akan tetapi kerjasama tersebut tidak berjalan mulus dikarenakan seseorang inisial V menghilang (kabur).
“Modus-modus tersebut diduga ada upaya rekayasa dan benturan kepentingan. Akibat perbuatanya tersangka A dan terpidana R mengakibatkan kerugian negara sebesar Rp. 419.318.511”, pungkasnya.
Menanggapi hal ini, Kuasa Hukum tersangka A, Muhajirin mengaku Kejaksaan Negeri Natuna telah mempunyai 2 alat bukti yang cukup. Kendati demikian, pihaknya akan terus melakukan upaya hukum terhadap klien nya tersangka A sesuai dengan prosedur yang berlaku.
“Sebagai PH ya tentunya kami akan melakukan langkah-langkah hukum terhadap klien kami. Yang jelas saat ini kita ikuti saja dulu prosesnya”, tutup Muhajirin
Tersangka R dijerat melanggar Primair Pasal 2 Ayat (1), Jo. Pasal 18 Undang-Undang R.I No. 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah.
Kemudian ditambah dengan Undang-Undang R.I No. 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang R.I No. 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Dan Subsidair pasal 3 Jo Pasal 18 Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana
Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.(Zal)