Desa Duara, yang terletak di Kecamatan Lingga Utara, Kabupaten Lingga, Kepulauan Riau, optimis budidaya kepiting bakau dapat menjadi penghasilan bagi masyarakat dan berharap bantuan dari pemerintah dalam upaya menciptakan suatu destinasi wisata hutan mangrove di Desa Duara.
Kepala Desa Duara, Azhar mengungkapkan, selain memiliki hutan mangrove yang luas, di Desa Duara berdasarkan jejak sejarah dahulunya masyarakat setempat juga telah melakukan budidaya kepiting bakau, berdasarkan itu Azhar meyakini budidaya kepiting bakau di Desa Duara sangat potensial.
Berdasarkan jejak sejarah tersebut, pemerintah desa memutuskan untuk mengoptimalkan potensi tersebut sebagai langkah strategis untuk meningkatkan ketahanan pangan dan ekonomi masyarakat.
“Kenapa kami mengembangkan budidaya ketam bakau, Desa Duara mempunyai potensi hutan mangrove yang cukup luas. Di tahun 80an masyarakat di Duara orang-orang tua kami sudah pernah membudidaya kepiting bakau,” ungkap Azhar di bulan Januari 2024 belum lama ini.
Dalam upaya menjaga keberlanjutan lingkungan dan memberikan dampak ekonomi positif, pemerintah desa bersama masyarakat sepakat untuk membentuk kelompok budidaya kepiting bakau. Azhar menekankan bahwa pengembangan ini dilakukan tanpa merusak hutan mangrove, dan kini kelompok budidaya telah berhasil memperluas area keramba mereka.
“Dari hasil musyawarah pemerintah dasa, BPD dan masyarakat sepakatlah kami membuat suatu lapangan kerja untuk budidaya kepiting bakau. Kami membuat kandang berukuran 20×20 meter, dan sekarang sudah ada kandang berukuran 40×40 meter,” jelas Azhar.
Proses pengembangan dilakukan dengan memperhatikan keberlanjutan hutan mangrove. Setelah pembuatan kandang selesai, bibit kepiting bakau ditebar dengan memberikan pakan secara berkala.
“Kami membuat kandang ini tanpa merusak hutan mangrove, pengembangan yang kami lakukan setelah selesai kami membuat kandang lalu kami tebar bibit. Bibit tersebut kami beri pakan dua hari sekali,” kata Azhar.
Azhar menyoroti potensi ekonomi dari budidaya kepiting bakau yang memiliki permintaan tinggi dari konsumen. Dengan meningkatnya jumlah pembeli, ini diharapkan dapat memberikan penghasilan tambahan bagi masyarakat dan para pembudidaya kepiting bakau.
“Banyaknya pembeli atau konsumen dari kepiting bakau maka jelas akan menjadi penghasilan tambahan masyarakat dan pembudidaya kepiting bakau,” tambah Azhar.
Pada anggaran tahun 2024, pemerintah desa kembali menetapkan anggaran APBDes untuk ketahanan pangan dan akan mengembangkan kegiatan budidaya kepiting bakau dengan melibatkan kelompok-kelompok baru.
“Untuk tahun 2024, kegiatan budidaya kepiting bakau akan dikembangkan dengan kelompok-kelompok yang baru. Berdasarkan data, ada 3 kelompok baru yang akan budidaya kepiting bakau,” sambung Azhar.
Sejalan dengan pengembangan budidaya kepiting bakau, pemerintah desa juga berencana mengembangkan destinasi wisata hutan mangrove di Desa Duara. Hal ini diharapkan dapat memberikan alternatif pendapatan melalui sektor pariwisata sekaligus menjadi bentuk pelestarian dan pemanfaatan berkelanjutan dari potensi alam di desa tersebut.
“Harapan kami ke depan, selain budidaya, kami juga akan mengembangkan lokasi hutan mangrove menjadi suatu destinasi wisata,” ujar Azhar.
Azhar juga mengungkapkan harapannya untuk mendapatkan dukungan dari pemerintah pusat, provinsi, dan kabupaten guna merealisasikan rencana pengembangan ini. Ia menekankan pentingnya dukungan tersebut untuk mencapai tujuan pengembangan ekonomi dan pelestarian lingkungan yang berkelanjutan.(Ino/Fik)