Kasus sengketa lahan tambak udang Tanjung Piayu milik pengusaha Mui Hong bergulir di Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Tanjungpinang dengan agenda pemeriksaan saksi fakta dan saksi ahli, Rabu (25/10/2023).
Dalam persidangan pemeriksaan saksi fakta dan saksi ahli tersebut dipimpin oleh Majelis Hakim PTUN Tanjungpinang H. Al’An Basyier S.H., M.H, pemilik tambak udang Mui Hong didampingi Kuasa Hukum Radius & partners sebagai pihak penggugat melawan PT Bapur Jaya Mandiri menghadirkan dua orang saksi fakta yakni Tek Han serta Ajani alias Amoy.
Tak hanya saksi fakta, dalam persidangan ini, pihak penggugat juga menghadirkan saksi ahli yakni Joni Gultom sebagai mantan staf BPN untuk menjelaskan secara rinci bagaimana mekanisme pengurusan Hak Pengelolaan Lahan (HPL) dari pengalaman ia bekerja.
Saksi Ahli Joni Gultom menjelaskan, proses alokasi tambak udang oleh BP Batam kepada pihak tergugat PT Bapur Jaya Mandiri harus menghormati siapa pemilik pertama lokasi lahan tersebut.
“Sesuai peraturan pemerintah nomor 24 Tahun 1997 pada Pasal 24, sudah jelas bahwa bila lokasi lahan dikerjakan secara baik dan tidak ada masalah selama 20 tahun pemilik lahan ini harus dihargai dan dihormati. Dalam arti, bila ada alokasi lahan seperti ini, maka pemilik pertama harus di utamakan,” ujar Joni Gultom.
Baca Juga : PTUN Tanjungpinang Sidang Pemeriksaan Setempat Sengketa Lahan Tambak Udang di Piayu
Menurut Joni, sebelum pengalokasian lahan kepada PT Bapur Jaya Mandiri, BP Batam juga seharusnya mendaftarkan Hak Pengelolaan Lahan (HPL) ke BPN.
“Setelah proses pendaftaran berlangsung, tentu BPN sudah melakukan pengukuran. Namun, saya menduga disini hal tersebut tidak dilakukan oleh pihak BP Batam sehingga terjadilah permasalahan ini,” ungkapnya.
Sementara itu, Kuasa Hukum, Radius & partners menyampaikan, hari ini kami sebagai penerima Kuasa Hukum dari Mui Hong menghadirkan 3 orang saksi yakni saksi yang sudah lama bekerja di lokasi tambak udang, Direktur PT. Krusia dan saksi ahli.
“Sudah sangat jelas tadi dari keterangan Direktur PT. krusia menyampaikan bahwa lahan tambak udang tersebut adalah milih Mui Hong, berdasarkan kerjasama inilah mereka mengajukan pengalokasian lahan kepada BP Batam,” ucap Radius kepada awak media.
Disini, lanjut Radius, kami melihat banyak kejanggalan dimana perusahaan PT Krusia sudah 3 kali mengajukan pengalokasian lahan ke BP Batam, namun selalu ditolak.
“PT. Krusia sudah pernah mengajukan pengalokasian lahan ke BP Batam pada Agustus 2022 dan dinyatakan lokasi tidak sesuai dengan peruntukan, setelah itu diajukan yang kedua pada Oktober 2022 dan dinyatakan lahan tidak tersedia, kemudian bulan Mei 2023 diajukan lagi oleh PT Krusia dan dinyatakan lahan sudah dialokasikan kepada orang lain,” jelas Radius.
“Kita sangat berharap BP Batam ini kan pemerintah kota yang baik diharapkan dapat memberikan dan memperhatikan pemilik-pemilik atau pemegang alas hak tersebut,” ungkapnya.
Radius menambahkan, kami melihat di sini banyak kebohongan ataupun kejanggalan yang diminta PT. Bapur Jaya Mandiri kepada BP Batam.
“Kita juga sudah minta keterbukaan daripada surat-surat yang kami laporkan ke Ombudsman. Dari BP Batam sudah ada jawaban dimana yang kami pertanyakan terkait keterbukaan informasi, harusnya PT Bapur Jaya Mandiri meminta alokasi ke BP Batam seharusnya lahan kosong,” tegas Radius.
Sementara, tahun 1994 klien kami sudah menguasai lahan tersebut sampai dengan sekarang dan tidak ada baik dari pihak BP Batam atau dari pemerintahan setempat ataupun dari masyarakat setempat yang mengklaim atau datang ke lokasi klien kami.
“Jadi klien kami sudah 30 tahun menguasai lahan ini. Sementara terkait pengalokasian yang 3 kali ditolak, disini banyak kebohongan atau ketidakseriusan dari BP Batam untuk mengalokasikan lahan ini,” tambahnya.
Diberitakan sebelumnya, Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Tanjungpinang menggelar sidang Pemeriksaan Setempat (PS) di lokasi objek sengketa tambak udang milik pengusaha Mui Hong, Tanjung Piayu, Kecamatan Sei Beduk, Kota Batam, Selasa (10/10/2023).
Sidang Pemeriksaan Setempat (PS) Perkara Nomor: 17/G/2023/PTUN.TPI dipimpin langsung oleh Ketua Majelis Hakim Pengadilan Negeri Tata Usaha Negara (PTUN) Tanjungpinang H. Al’An Basyier S.H., M.H dihadiri Kuasa Hukum Penggugat Radius, S.H., M.H, Tony Siahaan, S.H, pemilik tambak udang Mui Hong, pihak PT Bapur Jaya Mandiri serta pihak BP Batam.
Dalam sidang Pemeriksaan Setempat ini, Ketua Majelis Hakim Pengadilan Negeri Tata Usaha Negara (PTUN) Tanjungpinang H. Al’An Basyier S.H., M.H telah memintai sejumlah keterangan kedua belah pihak yang saat ini tengah bersengketa untuk dibuktikan pada sidang pemeriksaan saksi-saksi dan bukti mendatang.
“Hari ini kita telah melaksanakan sidang pemeriksaan dalam perkara nomor 17/G/2023/PTUN.TPI. Sidang pemeriksaan setempat ini bertujuan untuk melihat langsung kondisi lokasi yang saat ini dalam sengketa,” ujar H. Al’An Basyier saat berada di lokasi sengketa lahan.
H. Al’An Basyier menjelaskan, untuk hasil sidang pemeriksaan setempat ini tentu akan dibacakan pada sidang putusuan Pengadilan Negeri Tata Usaha (PTUN).
“Setelah ini, masih tetap pembuktian melalui sidang pemeriksaan saksi dan bukti yang akan berlangsung pada tanggal 18 Oktober 2023 mendatang,” ungkapnya.
Dalam kesempatan ini, Kuasa Hukum Penggugat Radius menuturkan, bahwa dalam perkara ini PT Bapur Jaya Mandiri telah menerima alokasi lahan ini dari pemilik pertama ke pemilik kedua hingga ketiga.
“Asumsi kami disini mereka sudah termasuk jual beli lahan. Dimana, perbuatan itu sudah sangat dilarang oleh Pemerintah atau BP Batam,” tutur Radius.
Selain itu, sebelum melakukan Land Clearing di lahan yang saat ini dalam sengketa, PT Bapur Jaya Mandiri juga tidak pernah melakukan sosialisasi bahkan ganti rugi kepada warga yang lebih dulu menghuni lahan tersebut. Hal itu terbukti, bahwa sejumlah warga yang telah berpuluh tahun mendiami lokasi ini mengaku tidak menerima apapun dari perusahaan tersebut.
“Perihal perkara ini kami juga akan melaporkan ke Ombudsman. Ombudsman akan membuka tahapan-tahapan dari PT Bapur Jaya Mandiri masuk ke BP Batam sehingga mendapatkan alokasi lahan ini,” terangnya.
Menurut Radius, proses alokasi sehingga menimbulkan suatu sengketa seperti ini harus dihentikan. Jangan sampai hal serupa terjadi dikemudian hari di Batam.
“Harus difikirkan nasib masyarakat yang lebih dulu mendiami lahan ini. Terbitnya surat alokasi lahan terjadi pada bulan Februari 2023. Sementara roda kehidupan disini sudah puluhan tahun,” bebernya.
Sementara itu, Kuasa Hukum Tony Siahaan, S.H menambahkan, sebelumnya dugaan penyerobotan lahan ini terjadi, kliennya Mui Hong telah berusaha sebanyak 4 kali mengajukan permohonan alokasi lahan ke BP Batam, namun tidak direspon.
“Kami melihat, BP Batam mengeluarkan surat alokasi tidak meninjau lokasi terlebih dahulu. Alokasi yang diberikan kepada PT Bapur Jaya Mandiri merupakan alokasi ketiga dengan modus peralihan saham,” jelasnya.
Tony Siahaan menyebut, tujuan utama bukanlah peralihan saham melainkan menguasai sepenuhnya lahan yang saat ini dalam pengelolaan Mui Hong sehingga memicu permasalahan besar seperti ini.
Ke depan, kata Tony, pihaknya meminta kepada BP Batam untuk memasang plang serta surat terbuka bahwasanya lahan ini dalam pengawasan BP Batam.
“Kami tidak menginginkan BP Batam tercoreng oleh ulah oknum-oknum yang tidak bertanggungjawab. Kepala BP Batam Muhammad Rudi sudah sangat baik dalam melaksanakan tugasnya, tetapi oknum-oknum ini yang merusak nama baik BP Batam,” tegasnya.
Pemasangan plang serta penerbitan surat terbuka BP Batam bertujuan untuk menghentikan aktivitas lahan (Land Clearing) karena lahan tersebut berstatus sengketa.
“Yang jelasnya, kami dari kuasa hukum Mui Hong akan memberikan yang terbaik demi tegaknya suatu keadilan,” pungkasnya.(Yun)
Baca Juga : Tambak Udang di Piayu Dirusak OTK, Kuasa Hukum Radius & Partners Tempuh Jalur Hukum